Jaga Tradisi, Produksi Ketupat di Gang Makassar Meningkat selama Ramadan
Selama Ramadan hingga menjelang Idulfitri, produksi pembuatan ketupat oleh warga Gang Makassar Samarinda Seberang meningkat 2 kali lipat dari biasanya. Aktivitas yang jadi tradisi turun menurun.
Ada berbagai jenis hidangan tradisional khas dari Indonesia yang masih dilestarikan hingga saat ini. Misalnya saja ketupat. Atau biasa disebut Kupat, makanan khas jawa yang sudah tersebar di Nusantara.
Termasuk di Kota Samarinda, tepatnya Samarinda Seberang. Bahkan ada yang namanya Kampung Ketupat. Terletak di Jalan Mangkupalas, Kelurahan Masjid, kecamatan Samarinda Seberang– yang mayoritas warganya memang membuat ketupat.
Namun, tidak hanya di situ saja. Masyarakat sekitar Kampung Ketupat juga punya kesibukan serupa. Misalnya di Gang Makassar RT 13 Kelurahan Mesjid Samarinda Seberang. Yang selama beberapa tahun belakangan rutin membuat ketupat.
Ketua Gang Makassar RT 13 Kelurahan Masjid, Wiwi mengatakan sudah lama bekerja sebagai pembuat ketupat. Bersama para tetangga di sekitar rumahnya. Sudah sekitar 4 tahun lebih.
“Ini enggak cuma pas Ramadan atau Idulfitri saja. Tapi pas hari biasa juga buat. Kami bekerja saja di sini, sebagai karyawan,” jelas Wiwi kepada Kaltim Faktual, Nusantaraplus Group Sabtu, 23 Maret 2024.
Wiwi sebagai ibu rumah tangga, juga masih menjalani kesibukan menjaga toko kelontong di rumahnya. Di samping itu, Wiwi mengisi waktu luang dengan membuat ketupat. Itung-itung menambah penghasilan.
Biasanya, setiap 2 hari sekali, Wiwi bisa membuat sekitar 1.000 ketupat. Per hari bisa sebanyak 300-400 anyaman ketupat. Jika fokus hanya untuk membuat ketupat tanpa disambi, bisa mencapai 500 buah per harinya. “Jadi pengerjaan bisa 2-3 hari. Sambil nyuci, sambil masak, sambil lain-lain.”
“Kalau Ramadan, ya sambil nunggu berbuka puasa, sambil ngisi waktu puasa, ini selingan kami saja. Yang lain ada yang sambil kerja juga,” tambahnya.
Wiwi mencatat, selama Ramadan, produksi anyaman ketupatnya bisa meningkat drastis dibanding hari biasanya. Bahkan bisa mencapai 5.000 ketupat yang dikerjakan selama beberapa hari.
Hasil anyaman ketupat itu kemudian diserahkan kepada bosnya untuk dijual kembali. Entah ke penjual Coto Makassar, ataupun penjual ketupat untuk diisi beras dan dimasak.
Wiwi bilang, per satu ikat dengan 100 ketupat. Biasa dihargai Rp10 ribu. Namun dirinya menjalani menganyam ketupat itu dengan senang hati. Sembari menganyam, sembari berbincang bersama tetangga.
“Harapannya bisa memperpanjang tradisi, jangan sampai putus tradisi ini. Karena juga di sini rata-rata kalau bikin acara, bikin coto makassar, banyak juga yang jual coto makassar di sini masih pakai ketupat,” pungkasnya. (ens/nus)
BACA JUGA