Tantangan Angka Kematian Ibu-Anak, Mulai Aksesibilitas hingga Tenaga Kesehatan

Kepala Dinas Kesehatan Kaltim, Jaya Mualimin.

Angka kematian ibu dan anak di Kaltim ini masih menjadi momok yang menghantui. Dinas Kesehatan Kaltim menggelar rapat evaluasi sebagai upaya  menekan angka kematian yang masih membayangi.

“Bayangkan, setiap 100.000 kelahiran hidup di Indonesia, 189 ibu meninggal saat hamil, melahirkan, atau nifas,” ungkap Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur, Jaya Mualimin di Samarinda, Selasa (26/11/2024).

Meskipun angka ini menunjukkan penurunan, target tujuan pembangunan berkelanjutan untuk menurunkan angka kematian ibu hingga 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030 masih jauh panggang dari api.

Kondisi di Kalimantan Timur sendiri tak kalah memprihatinkan.  Hingga Oktober 2024, tercatat 57 kasus kematian ibu, 394 kematian neonatal, 464 kematian bayi, dan 699 kematian perinatal.  Angka-angka ini  menunjukkan  perjuangan  Kaltim dalam  melindungi  ibu  dan anak  masih  cukup menantang.

Salah satu  upaya  yang  ditekankan  adalah  Audit Maternal Perinatal Surveillance and Response (AMPSR).  Namun,  pelaksanaannya di lapangan  belum  optimal.  Beberapa  kabupaten/kota  bahkan  tidak  melaksanakannya  sama  sekali.   Pengkajian  kematian  pun  masih  terbatas  pada  kematian  ibu,  sementara  kematian  perinatal  seringkali  terabaikan.

“Ironisnya, rekomendasi dari pengkajian  yang  ada  seringkali  tidak  diterjemahkan  dengan  baik  ke  dalam  rencana  perbaikan  pelayanan  kesehatan,”  keluh  Jaya  Mualimin.  Hal  ini  tentunya  menghambat  upaya  peningkatan  kualitas  pelayanan  kesehatan  ibu  dan  anak.

Tingginya  angka  kematian  ibu  dan  anak  di  Kaltim  bukanlah  tanpa  sebab.  Berbagai  faktor  kompleks  bermain  di  belakangnya. Kondisi  geografis  Kaltim  yang  luas  dengan  sebaran  penduduk  yang  tidak  merata  menyebabkan  akses  terhadap  pelayanan  kesehatan,  terutama  di  daerah  pedalaman,  menjadi  terbatas.

Ketersediaan  tenaga  kesehatan  yang  kompeten,  terutama  di  bidang  kebidanan  dan  neonatal,  masih  menjadi  kendala  di  banyak  daerah. Kesadaran  masyarakat  akan  pentingnya  kesehatan  ibu  dan  anak,  termasuk  pemeriksaan  kehamilan  secara  teratur  dan  persalinan  di  fasilitas  kesehatan,  masih  perlu  ditingkatkan.

Di  beberapa  daerah,  masih  terdapat  kepercayaan  dan  praktik  tradisional  yang  dapat  membahayakan  kesehatan  ibu  dan  anak.

Rapat  evaluasi  yang  dihadiri  oleh  berbagai  pihak  terkait,  seperti  Ikatan  Dokter  Anak  Indonesia  (IDAI)  Provinsi  Kaltim,  Persatuan  Obstetri  dan  Ginekologi  Indonesia  (POGI)  Provinsi  Kaltim,  perwakilan  Dinas  Kesehatan  Kabupaten/Kota  se-Kalimantan  Timur,  dan  Rumah  Sakit  di  Kaltim,  diharapkan  dapat  menghasilkan  rekomendasi  konkret  untuk  memperbaiki  kualitas  pelayanan  kesehatan  ibu  dan  anak.

“Pertemuan  ini  harus  menjadi  momentum  untuk  memperkuat  komitmen  bersama  dalam  menekan  angka  kematian  ibu  dan  anak  di  Kalimantan  Timur,”  tegas  Jaya  Mualimin. (adv/nus)

ADV DISKOMINFO KALTIM +

Tinggalkan Komentar