Cegah Korupsi Sektor Konstruksi, KPK Dialog dengan Asosiasi Usaha

Pemerintah menetapkan anggaran untuk sektor infrastruktur sebesar Rp392,2 triliun untuk 2023, serta telah menyiapkan anggaran Rp422,7 triliun untuk belanja infrastruktur di 2024.

Anggaran yang besar ini perlu dikelola dengan transparan, agar dunia usaha yang bergerak di bidang infrastruktur seperti penyedia jasa konstruksi tidak terjebak dalam tindak penyuapan.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron, dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (11/9/2023).

Ghufron berharap, dengan adanya dialog ini dunia usaha akan menjadi dunia yang pasti dengan saling menciptakan iklim yang sehat dan bebas dari korupsi, termasuk di dunia usaha yang bergerak di bidang infrastruktur seperti penyedia jasa konstruksi.

“Perlu kita pertegas bahwa dalam hal konstruksi ada dua hal yang terlibat, yaitu pemilik konstruksi dan pelaksana proyek. Oleh karena itu, kita berharap dapat diurai masalah apa yang terjadi dari pihak pengusaha konstruksi, baik yang ringan maupun berat,” ujar Ghufron.

KPK hadir dalam dialog dengan Asosiasi Usaha dalam Mendorong Pembangunan Integritas pada Dunia Usaha, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta ditemukan bahwa dalam pelaksanaan proyek konstruksi banyak terjadi permasalahan di lapangan. Ada pergeseran hukum yang terjadi, dimana hukum yang berlaku di awal berbasis kontrak (perdata) selalu diseret ke ranah pidana.

Dinamika itu yang seringkali membuat para pengusaha konstruksi mudah dikambing hitamkan. Akibatnya, para pengusaha konstruksi merasa lebih aman mengerjakan proyek swasta bila dibandingkan dengan proyek penyelenggara negara yang risikonya lebih besar.

 “Untuk proyek tersebut, sebenarnya kembali lagi ke itikad awal. Adanya pemberian atau janji di awal, tentu akan menggeser itikad sehingga masuk ke ranah pidana,” jelas Ghufron.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata juga menyampaikan KPK siap membantu. Pesannya, jika selama ini ada permasalahan di lapang bagi para pengusaha konstruksi jangan takut untuk melaporkan, sehingga tidak akan ada proses hukum yang menjurus kepada para pengusaha.

“Jika Bapak/Ibu sekalian sudah bekerja dengan benar dan ada permintaan lain, inilah disebut pemerasan. Jadi kasus seperti ini bisa dilaporkan. Para perwakilan badan usaha dapat menyampaikan data-data ketika diaudit, intinya tidak perlu takut,” tegas Alex. (ip)

Tinggalkan Komentar