LOKAL+

Banyak Permohonan Dispensasi Nikah di Kaltim

Foto ilustrasi: Kampanye Stop Perkawinan Anak./ Antara)

Pemprov Kaltim terus berkomitmen menekan angka pernikahan usia anak atau dini. Menyusul banyak terjadi permohonan dispensasi pernikahan di daerah.

Angka pernikahan usia anak di Indonesia sendiri masih tinggi, dengan rata-rata kasus 10,82 persen per tahun. Pemerintah pusat melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menarget, angka pernikahan usia anak dapat ditekan hingga 8,74 persen pada 2024.

Di Kalimantan Timur (Kaltim) angka pernikahan usia anak masih di atas rata-rata nasional. Yakni sebesar 12,4 persen. Namun persentase itu, masih di bawah provinsi lain di Kalimantan.  

Dalam UU 35/2014 Tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa, “Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun”.

Meski demikian, pengajuan permohonan dispensasi pernikahan tetap diperbolehkan dengan pertimbangan tertentu. Hal inilah yang masih menjadi celah terjadinya pernikahan dini.

Sepanjang 2022, tercatat sebanyak 95 permohonan dispensasi pernikahan di Kabupaten Paser. Angka itu menjadi yang tertinggi di Provinsi Kaltim.

Menurut Kepala Bidang (Kabid) Pengarusutamaan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Paser, Kasrani Lathief, pengajuan dispensasi pernikahan mayoritas disebabkan oleh kasus hamil diluar nikah.

Kasus yang sama juga terjadi di Kabupaten Berau. Pengadilan Agama (PA) Tanjung Redeb mencatat, setidaknya selama 2022 ada sebanyak 47 permohonan dispensasi nikah. Hanya 41 permohonan yang disetujui, sisanya tidak diterima.

Di Kota Bontang, pengajuan dispensasi pernikahan didominasi oleh remaja usia 15-19 tahun. Pengadilan Agama Kelas II Bontang mencatat, setidaknya terdapat 31 anak yang mengajukan dispensasi pernikahan dini sepanjang tahun 2022.

Pemprov Kaltim Tekan Angka Pernikahan Dini

Pempev Kaltim melalui Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim berkomitmen menekan angka pernikahan dini yang terjadi pada remaja. Sebab, dampak dari pernikahan dini dapat menyebabkan permasalahan sosial yang sangat kompleks.

Mulai dari potensi perceraian, kematian ibu dan bayi, stunting dan dampak ekonomi karena belum matangnya kesiapan finansial untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga.  

Kepala DKP3A Kaltim, Noryani Sorayalita menjelaskan, faktor utama pernikahan usia anak adalah masalah ekonomi, sosial, budaya dan pergaulan bebas.

“Harus ada partisipasi dari masyarakat, terutama orang tua untuk membimbing anaknya sendiri agar tidak terjerumus bahkan melakukan pernikahan usia anak secara terpaksa,” ujar Soraya dikutip dari laman resmi Pemprov Kaltim.

Ia optimis dapat terus menekan angka pernikahan usia anak yang terjadi di Benua Etam. Terbukti pada tahun 2021 angka pernikahan usia anak berhasil diturunkan. Dari angka 1.159 orang pada tahun 2020, menjadi 1.089 orang pada tahun 2021. (nus/dis)

Comments

POPULER

To Top