Mahasiswa Geruduk Pertamina, Tuntut Jawaban Soal Kualitas BBM

Rombongan mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Samarinda melakukan aksi di depan Kantor PT Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal Samarinda. Mereka menuntut pertanggungjawaban Pertamina atas dugaan BBM yang jadi penyebab kendaraan brebet belakangan.
Aksi yang berlangsung di Jalan Cendana ini membawa sejumlah tuntutan. Mulai dari evaluasi kinerja pengelola PT Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal Samarinda, menghentikan sementara distribusi Pertamax dan Pertalite sampai ada publikasi hasil uji kualitas BBM dari PT tersebut.
Tak hanya itu aksi pada Selasa sore, 8 April 2025 lalu ini juga mendesak Pertamina untuk menelusuri serta mengadili oknum yang membuat BBM secara oplosan serta menuntut pemindahan PT Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal.
Menanggapi tuntutan mahasiswa, Manajer PT Pertamina Patra Niaga Samarinda, Rahmat Isya Ginanjar menegaskan bahwa kualitas bahan bakar minyak (BBM) yang didistribusikan pihaknya tidak bermasalah. Ia mengatakan proses pengecekan dilakukan secara ketat di setiap tahapan, mulai dari terminal hingga pengiriman ke SPBU.
“Kami confidence kualitas kami tidak ada masalah, karena pengecekan dilakukan secara rutin oleh regulator seperti BPH Migas, baik di terminal maupun di SPBU,” ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa jika masyarakat ingin mengajukan audit atau pengujian ulang, pihaknya siap terbuka.
Rahmat menambahkan, distribusi BBM setelah masuk ke SPBU menjadi tanggung jawab masing-masing pengelola SPBU, bukan lagi Patra Niaga. Ia berharap masyarakat bisa memahami bahwa tidak semua SPBU dimiliki langsung oleh Pertamina.
Menurutnya, jika memang ada BBM bermasalah, seharusnya dampaknya akan jauh lebih masif dan luas. “Tolong dipisahkan antara Patra Niaga dengan SPBU, walaupun masyarakat tahunya semua SPBU itu milik Pertamina,” katanya ditemui pasca aksi.
Salah satu tuntutan mahasiswa terkait dengan lokasi terminal BBM yang berada di tengah permukiman warga juga ditanggapi. Kepala Humas Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan, Edi Mangun menyatakan bahwa pihaknya sudah berkomitmen untuk memindahkan Fuel Terminal ke wilayah Palaran. Saat ini, proyek pemindahan sedang memasuki tahap tender. “Tapi masyarakat perlu bersabar, karena membangun depot itu butuh waktu, paling cepat tiga tahun,” jelasnya.
Edi menyebutkan bahwa langkah ini diambil karena Pertamina menyadari potensi risiko jika terminal tetap berada di lokasi sekarang. Ia juga menambahkan bahwa langkah pemindahan ini merupakan bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap keselamatan masyarakat sekitar.
Lebih jauh, Edi mengajak mahasiswa, media, hingga aparat penegak hukum untuk ikut mengawasi distribusi BBM, terutama yang bersubsidi seperti Pertalite dan gas LPG 3 kilogram. Ia menekankan bahwa distribusi BBM bersubsidi seringkali menjadi pusat keresahan karena adanya praktik penyalahgunaan. “Negara sudah susah payah menyiapkan anggaran, tapi di lapangan masih saja ada yang bermain,” tegasnya.
Terkait dugaan BBM oplosan, Edi mengatakan bahwa Pertamina selalu terbuka dalam proses uji laboratorium. Ia mengaku hingga saat ini belum ada masyarakat yang menyertakan sampel BBM saat melapor, padahal itu penting untuk membuktikan apakah benar ada kontaminasi. “Kalau memang ada keluhan, bawalah sampel agar bisa kita uji di laboratorium independen,” kuncinya. (tha/nus)
BACA JUGA