Nikah Siri Masih Marak di Samarinda, Kemenag Ingatkan Dampak Hukumnya

RDP DPRD Samarinda tentang dampak praktik nikah siri yang dilakukan oleh penghulu liar. (Nindi/Kaltim Faktual)

Fenomena nikah siri disebut masih marak terjadi di Kota Tepian. Padahal, menikah tanpa mencacatkan pernikahan di KUA, memiliki dampak hukum yang bakal merugikan ibu dan anak.

“Di awal mungkin terasa mudah, tapi ketika muncul masalah, yang paling dirugikan adalah istri dan anak,” ujar Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Samarinda, Ikhwan Saputera.

Pernikahan yang tidak tercatat secara resmi menyulitkan pasangan dalam mendapatkan dokumen penting. Seperti Kartu Keluarga (KK), akta kelahiran anak, dan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Pihaknya mengaku masih kerap mendapat kabar adanya nikah di siri di masyarakat. Karena tidak dilaporkan, akhirnya Kemenag tidak memiliki data pasti.

Sementara itu, jumlah pernikahan yang tercatat resmi di KUA Samarinda mencapai rata-rata 5.500 pernikahan per tahun. Ikhwan juga menyebut bahwa ada waktu-waktu tertentu yang menjadi favorit masyarakat untuk menikah, salah satunya setelah Lebaran.

Saat ini, Kemenag Samarinda memiliki 17 penghulu resmi yang terdiri dari 16 Aparatur Sipil Negara (ASN) dan satu Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). “Alhamdulillah, jumlah ini cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bahkan, layanan pernikahan tetap tersedia di akhir pekan atau dini hari jika ada permintaan,” kata Ikhwan.

Kemenag Samarinda terus mengedukasi masyarakat tentang pentingnya mencatatkan pernikahan melalui berbagai kegiatan, seperti forum majelis taklim, penyuluhan, bimbingan perkawinan, hingga program Bimbingan Remaja Usia Sekolah (BRUS)

“Di mana pun ada kesempatan, kami selalu mengingatkan bahwa pernikahan adalah hak, dan sebaiknya dicatatkan secara resmi,” tegasnya. Imbauan ini juga sejalan dengan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 30 Tahun 2024 yang mengatur pencatatan pernikahan bagi umat Islam.

Meskipun ada pandangan berbeda mengenai keabsahan pernikahan yang dilakukan oleh penghulu liar, pernikahan siri tetap tidak diakui secara hukum negara.

Oleh karena itu, Kemenag Samarinda menekankan bahwa pencatatan pernikahan di KUA merupakan langkah penting untuk memastikan legalitas serta perlindungan hukum bagi pasangan dan anak-anak mereka. “Kami terus mengimbau masyarakat untuk mengikuti prosedur pernikahan yang benar di KUA agar mendapatkan hak-hak sipil yang jelas,” tutup Ikhwan. (nkh/sty/kf/nus)

Tinggalkan Komentar