Pembangunan Prioritas di Samarinda, Kebutuhan Warga atau Kepentingan Pemimpin?

pembangunan prioritas samarinda
Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Samri Shaputra. (Mitha/Kaltim Faktual)

Komisi I DPRD Samarinda menyoroti minimnya perhatian terhadap infrastruktur di daerah pinggiran. Terutama dalam mempertahankan lahan pertanian sebagai sumber ketahanan pangan. Kebijakan pembangunan disebut terlalu fokus ke pusat kota.

Ketua Komisi I DPRD Kota Samarinda, Samri Shaputra, menyoroti ketimpangan pembangunan antara pusat kota dan daerah pinggiran. Ia mempertanyakan apakah pembangunan di Samarinda lebih mengutamakan kepentingan ekonomi dibanding kebutuhan masyarakat. Samri menilai bahwa pembangunan di pusat kota terus mendapat perhatian, termasuk perbaikan jalan yang sudah dalam kondisi baik.

Sebaliknya, kawasan pinggiran seperti Palaran masih minim pembangunan, meskipun warganya sangat membutuhkan infrastruktur dasar. “Di pusat kota, jalan yang sudah bagus masih diperbaiki. Sementara di daerah pinggiran, banyak jalan yang bahkan belum tersentuh pembangunan,” ungkapnya, mengutip Kaltimfaktual.co (Nusantaraplusid Group).

Samri mempertanyakan konsep “pembangunan prioritas” yang sering digaungkan pemerintah. Ia menilai, proyek-proyek infrastruktur lebih banyak diarahkan untuk kepentingan ekonomi daerah ketimbang kebutuhan nyata masyarakat. Salah satu contohnya adalah berkurangnya lahan pertanian di Samarinda yang dinilai tidak menjadi perhatian utama pemerintah.

Padahal, sektor pertanian dapat menjadi pilar kemandirian pangan bagi kota. “Prioritas ini berdasarkan keinginan pemimpin atau kebutuhan masyarakat? Karena kalau memang untuk masyarakat, seharusnya lahan pertanian juga diperhatikan,” tegasnya.

Menurut Samri, arah pembangunan Samarinda lebih condong ke sektor ekonomi karena faktor Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ia membandingkan dengan daerah seperti Kutai Kartanegara atau Kutai Timur yang masih memiliki lahan luas untuk pertanian.

Namun, sektor pertanian membutuhkan lahan besar untuk bisa memberikan hasil ekonomi yang signifikan. Sebaliknya, sektor wisata yang hanya memerlukan lahan lebih kecil justru bisa menghasilkan pendapatan lebih besar dalam waktu singkat.

“Dari sisi keuntungan, memang sektor wisata lebih menggiurkan dibanding pertanian. Tapi kalau semua daerah berpikir seperti ini, bagaimana ketahanan pangan kita ke depan?” katanya.

Optimalisasi Pajak untuk Pembangunan

Samri juga menyoroti penggunaan pajak yang dikumpulkan dari masyarakat. Menurutnya, pajak yang dibayarkan warga harus dikembalikan dalam bentuk pembangunan yang benar-benar dibutuhkan, bukan hanya proyek yang menguntungkan daerah secara ekonomi.

“Harus seimbang, masyarakat membayar pajak, dan mereka juga merasakan manfaatnya secara langsung. Jangan sampai hanya disuruh bayar, tapi feedback-nya tidak jelas,” tutupnya. (tha/sty/kf/nus)

Tinggalkan Komentar