Pemkot Samarinda Dinilai ‘Kecolongan’ Soal Perizinan Samarinda Theme Park

samarinda theme park
Purwadi, Akademisi Universitas Mulawarman (Dok. Pribadi)

Samarinda Theme Park harus menutup operasionalnya sementara setelah terbukti belum memenuhi persyaratan izin. Akademisi Unmul, Purwadi mengkritik minimnya akses transparansi data perizinan online yang seharusnya bisa dilihat lewat Mal Pelayanan Publik (MPP).

Samarinda Theme Park, baru-baru ini kena “kartu kuning” dari pemerintah. Ini buntut dari perizinan yang belum dipenuhi. Parkir liar pengunjung yang bikin kemacetan di kawasan D.I. Panjaitan pun juga jadi alasan, karena bangunan ini belum punya izin Analisis Mengenai Dampak Lalu Lintas (Andalalin).

Per 29 Januari 2025 pun, pihak STP mengumumkan bahwa akan tutup sementara waktu. Sebelumnya, Kepala Satpol PP Samarinda, Anis Siswantini memberi peringatan kepada pihak pengelola untuk segera memenuhi perizinan. Jika tetap buka tanpa izin, tindakan penyegelan pun tak segan akan dilakukan.

Sejauh Mana Fungsi MPP?

Purwadi Purwoharsojo, akademisi Universitas Mulawarman (Unmul) mempertanyakan bagaimana bisa pemerintah kecolongan dengan pendirian suatu usaha yang sudah beroperasi namun belum memenuhi perizinan. Ia menyoroti peran Mal Pelayanan Publik (MPP), yang seharusnya bisa diakses secara real-time oleh semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, untuk memeriksa transparansi perizinan usaha.

Ini juga seharusnya jadi kemudahan bagi para dinas terkait. Sehingga bisa memantau apakah suatu usaha yang buka itu berdiri dan sudah lolos izin.

“Dulu waktu Pak Wali Kota mencanangkan program Smart City, salah satu yang dibahas adalah transparansi melalui digitalisasi. Kenapa kini berjalan sendiri-sendiri? Ada ego sektoral di masing-masing dinas,” ujarnya.
Sebagai informasi, MPP sendiri adalah tempat berbagai layanan pemerintahan yang terintegrasi dalam satu pintu. Di sini, masyarakat dapat mengurus berbagai keperluan seperti pembuatan KTP, perizinan usaha, pembayaran pajak, hingga layanan kepolisian tanpa harus mengunjungi berbagai kantor berbeda.

Purwadi menilai bahwa MPP yang semestinya memberikan kemudahan akses informasi mengenai perizinan ternyata belum berjalan dengan efektif. Ia berpendapat bahwa seharusnya dengan adanya digitalisasi sistem ini, setiap izin usaha yang diajukan atau diterima bisa langsung dipantau oleh pihak terkait dan masyarakat.

“Pertanyaan berikutnya itu. Sejauh mana MPP itu berfungsi? Kalau begini berarti kan pertanyaan besar, perlu diaudit kinerjanya kan? Yang salah yang ngasih izin atau yang salah pengusaha yang enggak punya izin?,” ujarnya.
Masalah Kecolongan Perizinan Bukan Kali Pertama

Masalah perizinan usaha bukan kali pertama di Samarinda. Sebelumnya, gerai Gacoan pertama yang buka di Samarinda juga sempat menghadapi masalah yang sama, terkait izin Andalalin. Hal ini, menurut Purwadi menunjukkan adanya ketidakberesan dalam pengawasan perizinan.

“Kalau begini, jelas ada yang salah dalam sistem perizinan kita. Dengan adanya MPP dan digitalisasi, seharusnya kita tidak lagi mendengar adanya usaha yang buka tapi belum memenuhi izin,” ujar Purwadi.

“Apalagi saat ini pemerintah sudah mengembangkan sistem yang memungkinkan akses perizinan secara online. Harusnya transparansi ini bisa mengurangi masalah perizinan seperti yang terjadi pada STP dan Gacoan,” lanjutnya.
Purwadi juga mendukung keputusan penutupan sementara STP hingga perizinannya lengkap. Menurutnya, pihak pengelola mesti jeli terhadap persoalan izin yang mesti dipenuhi. Terlebih berdirinya lokasi wisata tersebut mengganggu kepentingan publik seperti kemacetan yang ditimbulkan di kawasan sekitar.

Ia yang juga pengamat ekonomi ini mengatakan, meskipun sektor pariwisata memang memberi sumbangsih terhadap Pendapatan Anggaran Daerah (PAD), namun hal ini tidak bisa dijadikan alasan untuk membiarkan STP tetap buka tanpa pemenuhan izin.

Purwadi menekankan pentingnya pemerintah untuk tidak memberikan toleransi terhadap pelanggaran izin, apalagi dengan semakin berkembangnya digitalisasi, akses terhadap data perizinan seharusnya sangat mudah.

“Nah, ini kan publik harus tahu. Jangan sampai ada izin di bawah meja, lho. Udah era digital begini,” katanya. (tha/nus)

Tinggalkan Komentar