Bintang Timnas Rabbani Belum Siap Naik Kelas di Borneo FC

rabbani tasnim borneo fc

Sepulang dari timnas, Rabbani mestinya bersiap naik level di klub induknya, Borneo FC Samarinda. Sayang, penyerang masa depan Indonesia itu gagal memaksimalkan laga uji coba yang ia mainkan.

Rabbani Tasnim bermain 45 menit dan membuat 1 gol. Saat Borneo FC mengalahkan Serpong City dengan skor 2-0 Jumat lalu. Namun di laga itu, sang wonderkid terlalu malas bergerak. Dia belum siap naik kelas.

Seiring euforia babak Kualifikasi Piala Asia U-20 mulai senyap. Hari di mana Rabbani Tasnim menjadi pahlawan kemenangan timnas mulai samar dari ingatan. Pemain 19 tahun itu harus siap memasuki fase baru dalam karier profesionalnya. Yakni puja-puji untuknya mulai pudar. Ekspektasi atas penampilannya tetap tinggi. Dan kritik akan mulai berdatangan.

Jika dia tidak siap menerima kritikan. Dan bersikukuh dia adalah pemain yang selalu luar biasa. Layu sebelum berkembang. Bisa jadi fase hidup Rabbani berikutnya. Sebaliknya, bila menjadikan kritik sebagai suplemen tak berwujud. Dikenang sebagai legenda besar sepak bola Indonesia. Bisa menjadi akhir yang manis untuk karier hebatnya kelak.

Seandainya Rabbani membaca tulisan ini. Ada satu pertanyaan bagus untuknya. “Rabbani Tasnim Siddiq, sudah siap membaca kritik brutal pertamamu?”

Tidak satupun pemain utama Borneo FC Samarinda yang diturunkan sedari awal. Saat mereka meladeni tim satelitnya, Serpong City FC, Jumat petang lalu.

Sihran, Misbakus Solihin, Rifad, dan Irsan. Adalah deretan pemain lapis kedua. Yang ditugaskan memimpin pasukan muda Borneo FC di babak pertama.

Tidak ada nama Rabbani di Starting XI. Barisan serang diisi oleh Sihran, Gerryan, Hambali, dan Andy Harjito.

Hal yang kurang dari permainan 4 pemain muda di atas. Adalah skema build up serangannya kurang rapi. Tidak menciptakan masalah besar bagi tim Liga 3 asal Banten itu.

Tapi mereka cukup tangkas saat menyerang dari skema serangan balik. Memaksimalkan kecepatan yang mereka miliki.

Namun hal baiknya, mereka bermain dinamis. Selalu bergerak; mencari bola, menjemput bola, dan merebut bola sedari pertahanan Serpong City.

Mereka menunjukkan antusiasme besar. Gestur tubuh mereka seakan ingin bilang, “Hai pelatih, kami ingin jadi pemain besar. Lihatlah perjuangan kami!”

Pada babak kedua. Lini depan dirombak. Si pemberi asis dan pembuat gol pada babak pertama. Sihran dan Andy ditarik. Masuk Rabbani dan Fajar (yang diplot sebagai penyerang sayap).

Ini dia, pemain yang ditunggu-tunggu para pemirsa. Sang bintang timnas, untuk pertama kalinya musim ini. Bermain di hadapan ribuan publik Segiri. Dengan kiprah luar biasanya di timnas. Dengan mayoritas pendukung Borneo FC ingin dia mendapatkan kesempatan bermain di BRI Liga 1. Rabbani seperti memasuki panggung. Di mana dia lah bintang utamanya Jumat malam itu.

Memang hanya laga uji coba biasa. Tapi di panggung itulah. Rabbani bisa menunjukkan seberapa pantasnya dia naik kelas ke tim utama.

Dan yang terjadi, Rabbani tidak bernyanyi di panggung itu. Sayang sekali.

Sejak awal masuk. Pemain kelahiran Planet Bekasi itu begitu jarang berlari. Hanya lari-lari kecil, jalan, lari kecil, jalan lagi. Sesekali saja kencang larinya.

Saat build up, dia tidak banyak terlibat. Tak sering membuka ruang. Atau bahkan mendekati rekannya untuk sama-sama mengalirkan bola.

Begitu kehilangan bola, dia tidak lantas berusaha merebutnya lagi. Diam, melihat, jalan kaki lagi.

Saat serangan balik, dia beberapa kali, lagi-lagi, tak mau melibatkan diri. Pemandangannya seperti, ketika Rabbani merasa bola agak jauh darinya. Dia tidak ingin buang-buang tenaga untuk membantu rekannya. Padahal sebelum Hardianto masuk, dia adalah penyerang tunggal. Target man. Namun kerap tertinggal di lapangan tengah. Saat para pemain sayap sudah memasuki garis pertahanan lawan.

Harusnya Rabbani punya keyakinan. Bahwa setiap gerakannya itu akan berarti. Jika tidak sempat menimbulkan ruang. Paling tidak, paling minimal, bisa mengurai konsentrasi lawan. Menarik perhatian lawan, agar tidak sepenuhnya terpusat ke rekannya yang memegang bola.

Hal buruk lainnya adalah, Rabbani malas sekali melakukan pressing. Mengecewakan.

Sampai tiba pada menit ke-68. Fajar mengirimkan umpan matang ke dekat muka gawang. Rabbani lalu membuat gol dari asis itu. Sebuah gol yang berkelas. Gol yang dibuat dengan kejeniusan. Gol yang dingin namun mematikan.

Rabbani hanya membelokkan bola dari Fajar. Dengan sentuhan ringan. Namun akurasinya menawan.

Maka apa artinya? Rabbani punya bakat alami sebagai pembunuh bengis di kotak penalti lawan. Namun bakat itu belum diikuti attitude yang pas.

Rabbani harus lekas sadar. Bahwa dia lahir pada 2003. Bahwa debutnya di kompetisi kasta tertinggi, adalah masa sepak bola sudah masuk fase modern.

Dia tidak bisa hanya mengandalkan kemampuan mencetak golnya. Lalu menunggu dilayani saja. Dia harus terlibat dalam permainan.

Jika Cristiano Ronaldo saja sering dicadangkan ten Hag karena belum 100 persen secara fisik maupun pemahaman taktik. Kenapa Rabbani merasa pantas naik kelas dengan cara main malasnya?

Mungkin. Mungkin Rabbani belum fit benar pada laga itu. Atau, dia sedang tidak mau ngotot agar tidak cedera di laga uji coba.

Tapi, dia adalah pemain pemegang platinum tiket. Semenit saja, harus dijadikan momen pembuktian bahwa dia bisa berguna untuk tim.

Dia harus melihat bagaimana Andy Harjito dan Sihran terus berlari di area depan. Dia harus melihat Fajar Fathur Rahman yang, astaga, dia lari tanpa henti. Ke bawah, atas, bawah, atas lagi. Hanya untuk melayani timnya.

Jelas sekali, tak ada laga yang boleh disia-siakan. Bahkan walaupun hanya laga uji coba. Melawan tim yang levelnya jauh di bawah mereka.

Fajar tentu masih punya waktu untuk membenturkan kepala Rabbani. Dan memaksanya untuk berusaha lebih keras. Menyadarkan bahwa tak peduli seberapa besar bakat yang dia miliki. Mereka bisa menjadi duet maut lini depan di masa mendatang. Baik di Borneo FC ataupun di Timnas Indonesia.

Rabbani sama sekali tidak boleh merasa menjadi pusat tata surya di lapangan. Merasa semua pemain akan bertindak sesuai keinginannya.

Rabbani harus bergerak. Harus terlibat dalam setiap sesi permainan di lapangan. Belum terlambat untuk memperbaiki sisi ini. Kompetisi masih panjang. Lalu atmosfer Borneo FC yang tidak anti pemain muda. Rabbani mestinya bisa naik kelas musim ini. Peluangnya ada, besar. Hanya, dia mau … atau tidak. Semua tergantung padanya.

Selamat berjuang, Anak Muda. Menyanyilah setiap panggungmu terbuka. Manyala! (ava)

Tinggalkan Komentar