KPK: Korupsi Sektor Keluarga Capai 1.515 Kasus

korupsi KPK

Terhitung sejak Desember 2022, KPK RI mencatat kasus korupsi sektor keluarga mencapai 1.515 orang. Sebuah upaya dilakukan KPK guna menekan angka tersebut.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia (RI) menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) Keluarga Berintegritas di Swiss Bell Hotel, Rabu 23 Agustus 2023.

Bersama Pemkot Samarinda, langkah progresif ini digelar dalam upaya pencegahan korupsi di sektor keluarga sekaligus membawa Samarinda menuju kota pusat peradaban.

Direktorat Satgas Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK David Sepriwasa mengungkapkan, KPK tetap berpegang teguh pada fungsi sejati mencegah dan meminimalisir kasus korupsi.

“Kita memberikan pemahaman mengenai potensi-potensi yang bisa memicu kasus korupsi,” ungkapnya.

Terhitung hingga Desember 2022, KPK mencatat sebanyak 1.515 jumlah pelaku dari sektor keluarga yang terlibat tindak korupsi.

Bimtek yang digelar ini ditujukan kepada para pegawai negeri dan pasangannya. Tujuannya agar mereka lebih memahami potensi terjadinya kasus korupsi di sektor keluarga.

“Dalam bimtek, kami berikan tiga strategi yaitu pendidikan, pencegahan dan penindakan pelaku korupsi di beberapa sektor keluarga,” tambahnya.

Lebih lanjut, David mengungkapkan pentingnya keterbukaan mengenai penghasilan. Terlebih, sering ditemukannya pengeluaran pasangan pegawai yang tidak sebanding dengan pendapatannya.

“Salah satu materi dalam Bimtek ini, Buka Mata, Buka Hati untuk mencegah korupsi. Sehingga, penting untuk membangun kerja sama dalam keluarga dan merawat komunikasi yang baik,” ucapnya.

David mengapresiasi Pemkot Samarinda yang berkomitmen membangun integritas tindakan pencegahan korupsi.

DUA KONDISI RAWAN KORUPSI

Di luar itu, menjelang pemilihan umum 2024. Satgas KPK mengakui adanya potensi kerawanan di berbagai sektor termasuk sektor keluarga.

“Upaya pencegahan dan pendidikan tetap diperlukan untuk memitigasi risiko ini,” tutupnya.

Wali Kota Samarinda Andi Harun menyambut baik program Bimtek Integritas ini. Mengingat telah ditemukannya dua kondisi rawan korupsi jika menyangkut hubungan keluarga dan penyelenggara negara, yakni pasangan dari pejabat dan fenomena gaya hidup yang tidak sebanding dengan kemampuan pasangannya.

“Kebiasaan gaya hidup mewah, menyebabkan banyak keinginan, dan menyedot uang yang semakin besar, hingga akhirnya tidak dapat dipenuhi dengan cara yang baik,” ungkapnya.

Terlebih, keluarga memiliki peran penting untuk membangun sikap anti korupsi. Tentunya, jika di lingkungan keluarga telah terbangun rasa anti korupsi, dengan sendirinya dapat menekan tindakan korupsi di pemerintahan.

“Melalui keluarga, kami harap para penyelenggara semakin berintegritas untuk mencegah dan memberantas korupsi,” tandas Andi Harun. (dmy/kf/nus)

Tinggalkan Komentar