Mahasiswa di Samarinda Turun ke Jalan Menentang Putusan MK hingga Politik Dinasti Jokowi

Ratusan

yang tergabung dalam Aliansi Mahakam Kaltim melakukan aksi demonstrasi di depan Kantor Gubernur Kaltim, di Samarinda pada Senin 23 Oktober 2023.

Aksi mahasiswa ini sebagai reaksi buntut dariputusan putusan MK nomor 90 tahun 2023 terkait batas usia capres dan cawapres hingga praktik politik dinasti Presiden Jokowi.

Dilaporkan Kaltim Faktual group Nusantara+, ratusan demonstran dari Aliansi Mahakam Kaltim Berkumpul di depan Kantor Gubernur Kaltim pada pukul 14.10 siang hari.

Dengan menggunakan pengeras suara dan membawa berbagai macam atribut massa aksi bersorak menyuarakan beberapa tuntutan terhadap evaluasi 9 tahun masa kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo.

Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam enam Universitas ini yakni UMKT, UINSI, UNMUL, STIMIK WICIDA. UWGM dan Unikarta juga hadir dalam aksi kali ini. Dengan saling bergantian mereka menyampaikan sejumlah tuntutan diantaranya

Pertama, usut tuntas pelaku-pelaku pelanggaran HAM di Indonesia. Kedua, menentang putusan Mahkamah Konstitusi dan tolak politik dinasti. Ketiga, kembalikan UU No 30 Tahun 2002 Tentang KPK

Keempat, cabut UU Ciptakerja, Kelima, wujudkan Reforma Agraria Sejati Sesuai dengan UUPA No 5 Tahun 1960. Keenam, menolak Pengesahan revisi UU ITE Pasal 27,28 dan 45

Ketujuh, turunkan kembali harga BBM, Kedelapan, tolak dwifungsi ABRI. Kesembilan, segera sahkan RUU masyarakat adat. Dan terakhir, usut tuntas seluruh para pelaku tambang ilegal di Kaltim

Kordinator Lapangan, Ahmad Syaifuddin Masjid mengungkapkan ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Kaltim ini, menggugat dan mengevaluasi sembilan tahun kepemimpinan Presiden Jokowi.

“Kita mengangkat semua rapor-rapor merah selama 9 tahun Jokowi menjabat sebagai presiden,” ungkapnya, Senin 23 Oktober 2023 di Depan Kantor Gubernur Kaltim.

Lebih lanjut, Syaifuddin mengatakan jumlah demonstran yang hadir pada hari ini sekitar tiga ratus massa yang hadir dalam aksi hari ini.

“Hari ini kami tergabung dari seluruh mahasiswa di Samarinda. Bahkan dalam aksi kali ini Unikarta juga ikut bergabung,” jelasnya.

Sementara itu, Syaifuddin menilai dengan terpilihnya Gibran Rakabumin sebagai pasangan cawapres Prabowo Subianto. Telah mencederai keputusan Mahkama Konstitusi (MK) yang sebelumnya sudah di tetapkan dalam UU no 7 tahun 2017. Terkait, usia capres dan cawapres.

“Pada Undang-undang sebelumnya sudah ditetapkan bahwa batas usianya 40 tahun. Ternyata pada 16 Oktober 2023 lalu, keluar putusan MK nomor 90 tahun 2023 bahwa cawapres boleh dibawah 40 tahun asal pernah mengikuti kepemiluan,” terangnya.

Dengan adanya putusan MK ini. Ratusan mahasiswa tersebut menilai bahwa saat ini, orang nomor satu di Indonesia ini sedang membangun Politik Dinasti.

“Kalau dulu orde baru itu teman teman masuk lewat pembangunan. Hari ini Jokowi masuk lewat peraturan,” tegasnya.

Lebih lanjut, Syaifuddin mengatakan apabila tuntutan mereka dalam aksi hari ini tidak di penuhi. Maka, mereka akan mengadakan aksi ke dua dengan massa yang lebih banyak lagi.

“Tentunya kami tidak akan senyap sampe disini. Kami akan datang kesini lagi dengan massa yang lebih besar,” katanya.

Sementara itu, Syaifuddin menegaskan bahwa mereka akan melakukan pemberontakan dan pemblok an jalan dan Kantor Gubernur di ujung aksi mereka.

Sementara itu, Hubungan Masyarakat (Humas), Maulana mengungkapkan aksi kali ini tidak ada audensi dengan kepala daerah, melainkan hanya untuk menyampaikan tuntutan yang dibawakan, serta memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa Indonesia sedang tidak baik-baik saja.

“Kami tidak ingin bertemu dengan Pj Gubernur, kami membatasi segala audiensi dengan para pemangku kepentingan,” tutupnya.

Sementara itu, ditengah aksi demonstran yang semakin memanas ini. Terjadi tragedi penculikan oleh salah satu korlap dari aliansi mahakam Kaltim, yang membuat mahasiswa berteriak dan menilai bahwa penjaga keamanan ‘Polisi’ hari ini, sebagai provokasi dan mengintimidasi mahasiswa.

“Lepaskan teman kami, kembalikan teman kami, keluarkan teman kami, polisi provokasi. Mereka tidak memukul tapi menindas,” pungkasnya. (dmy/kf)

Tinggalkan Komentar