Program ER di Kaltim Implementasi FOLU Net Sink 2030

Mewakili Gubernur Kaltim Isran Noor pada sesi talk show COP-27 di Sharm El-Sheikh, Selasa (15/11/2022), Sekda Provinsi Kaltim Sri Wahyuni memaparkan sejumlah hal.

Dijelaskannya, Provinsi Kaltim telah menyelesaikan dan menyampaikan ke World Bank terkait laporan ER periode Juli 2019 hingga Desember 2020 dengan perhitungan penurunan emisi GRK sebesar 30,8 juta ton CO2eq dengan status validasi dan verifikasi.

“Provinsi Kaltim juga telah menerbitkan Pergub Nomor 33 Tahun 2021 tentang Mekanisme Pembagian Hasil Penurunan Emisi di Provinsi Kaltim. Pergub tersebut akan digunakan sebagai persyaratan dalam penerimaan manfaat termasuk mekanisme distribusi, sanksi dan pemantauan serta evaluasi dari Program FCPF CF,” beber Sri Wahyuni.

Dijelaskan pula bahwa persetujuan terhadap pembayaran uang muka sebesar USD 20,9 juta (20 persen) sesuai komitmen carbon fund dalam dokumen ERFA sebesar USD 110 juta akan segera direalisasikan dan didistribusikan kepada para penerima manfaat.

“Pendistribusian uang muka ER akan dialokasikan untuk pemerintah pusat (KLHK dan BPDLH), pemerintah provinsi, kabupaten/kota dan desa/masyarakat adat,” ungkap Sri Wahyuni.

Selain itu, Program ER akan mencakup kegiatan peningkatan kapasitas pencegahan kebakaran hutan dan lahan, menyediakan fasilitasi alat-alat pemadam kebakaran, mendukung dan memfasilitasi masyarakat dan petani untuk memenuhi standar kelapa sawit berkelanjutan dan kawasan nilai konservasi tinggi, mendukung KPH dan Tahura dan kegiatan perhutanan sosial.

“Semua kegiatan yang tercantum dalam program ER digunakan untuk mendukung implementasi FOLU Net Sink 2030 di Provinsi Kalimantan Timur,” imbuhnya.

Tema dalam sesi talk show ini adalah “Local Government Roles In Action Achieving Indonesia FOLU Net Sink 2030”.

Sementara itu, Bupati Kutai Timur Ardiansyah Sulaiman menyampaikan tantangan, usaha, strategi dan rencana Kabupaten Kutai Timur dalam mengurangi risiko perubahan iklim dan kaitan dalam kontribusi pencapaian FOLU Net Sink 2030.

Di antara tantangan yang disampaikan adalah masih diperlukannya penguatan kapasitas dalam hal pengawasan penggunaan kawasan lindung ataupun areal penggunaan lainnya, penguatan ekonomi masyarakat sekitar kawasan lindung, penerapan ISPO dan RSPO juga partisipasi dan pelibatan masyarakat dalam penerapan HCVA.

“Adapun strategi yang diambil oleh Kutai Timur untuk mengatasi tantangan tersebut diantaranya mendeklarasikan pengelolaan perkebunan berkelanjutan, penguatan tata ruang desa, memperkuat kapasitas kelompok usaha masyarakat serta pengelolaan risiko bencana,” urai Ardiansya.

Sedangkan Louise Gerda Pessireron, General Manager PT Kaltim Prima Coal menyampaikan respon yang telah dilakukan terkait perubahan iklim.

Yakni melaksanakan kolaborasi bersama mitra setempat dalam pelaksanaan program kampung iklim dan pengelolaan persampahan yang terintegrasi, perbaikan kawasan mangrove melalui kegiatan penanaman yang didahului dengan pengembangan pembibitan oleh masyarakat dan kegiatan pencegahan kebakaran hutan dan lahan.

Pembicara lainnya adalah Ketua Harian DDPI Kaltim Daddy Ruhiyat dengan moderator Staf Khusus Gubernur Kaltim Bidang Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim Stepi Hakim.

Tampak mendampingi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kaltim EA Rafidin Rizal, Kepala Dinas Perkebunan Ujang Rachmat, Kepala Dinas ESDM Kaltim Munawwar dan Kepala Biro Umum Setda Prov Kaltim Lisa Hasliana. (*)

Sumber: adpimprovkaltim
.

Tinggalkan Komentar