Samarinda Bikin Perencanaan Transportasi Umum, Pasar Pagi-Lempake Jadi Trayek Pertama

Perencanaan Pemkot Samarinda soal pengadaan bus listrik di tahun sudah rampung. Namun masih menunggu persetujuan wali kota untuk beberapa opsi. Pasar Pagi-Lempake akan jadi trayek pertama.

Pada Juli lalu, Pemkot Samarinda mengungkap rencana untuk menjalankan sistem transportasi umum bus listrik untuk tahun depan. Namun seiring penggodokan rencana, terjadi perubahan opsi.

Rencana awal, pemkot akan mengadakan bus listrik untuk transportasi dalam kota sejumlah 15 unit. Konsepnya akan seperti Bus Rapid Transit (BRT) seperti yang sudah diterapkan di Jakarta, Banjarmasin, dan Jogjakarta.

Bus-bus itu nantinya akan beroperasi di 7 trayek (jurusan). Menggantikan peran angkot. Dan terhubung melalui halte sebagai lokasi pemberhentian di beberapa titik di Samarinda.

Teranyar pemkot melalui Dinas Perhubungan Kota Samarinda sudah merampungkan perencanaannya. Namun untuk pengadaan bus listrik harus urung. Dan sementara berubah opsi menggunakan bus konvensional terlebih dahulu.

Kepala Dinas Perhubungan Kota Samarinda Hotmarulitua Manalu menjelaskan, karena penggunaan sistem bus listrik belum cukup support untuk medan jalan di Samarinda.

“Kita bus listrik, ini mungkin kayaknya konvensional aja dulu lah. Karena rute tanah kita kan tanjakan. Ketika tanjakan itu kan listrik yang terserap lebih besar,” jelas Manalu pada Senin 30 Oktober 2023.

Meski begitu, konsep Bus Rapid Transit (BRT) seperti di Jakarta, Banjarmasin, dan Jogjakarta, akan tetap diterapkan. Yakni, bus dengan kualitas tinggi yang berbasis sistem transit, dan punya trayek khusus.

Sebetulnya, BRT ini perlu ada jalur terpisah dengan jalan umum. Namun di Samarinda karena belum terakomodir. Maka akan melintas jalan umum biasa.

Tiga Opsi Konsep Pengelolaan BRT

Kadishub mencatat ada 3 opsi final yang ditawarkan mengenai pengelolaan BRT. Pertama sewa kelola, yakni dikelola oleh pemerintah kota sendiri dalam hal ini Dinas Perhubungan.

Kemudian yang kedua melalui Perusahaan Daerah atau BUMD. Lalu yang ketiga beli layanan yang sudah diterapkan secara nasional.

Menurut Manalu, dari ketiga opsi itu punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Namun, opsi beli layanan jadi opsi yang paling utama. Karena hanya membayar biaya operasional kendaraan. Nggak perlu repot beli dan rawat kendaraan.

“Buy the service ini win-win solution. Karena kita tinggal menyampaikan kepada operator bus yang sudah berpengalaman, mereka yang menyediakan bis, mereka akan kita bayar rupiah perkilometer sesuai biaya operasi kendaraan,” beber Manalu.

“Jakarta dan surabaya yang sudah sukses buy the service,” lanjutnya.

Manalu bilang, dari 7 trayek yang ada tidak langsung diterapkan sekaligus. Diterapkan secara bertahap sesuai dengan kondisi dan kesanggupan anggaran pemkot.

Karena dalam hal ini pemkot tidak fokus mencari keuntungan. Melainkan bersifat pelayanan kepada masyarakat. Karena sudah menjadi kewajiban setiap pemerintah daerah untuk menyediakan transportasi layanan umum.

“Bagaimana melayani masyarakat dengan aman nyaman lancar terjangkau, tidak berbicara untung dan rugi. Itu fungsi transportasi massal.”

Akan ada dua rute pertama yang diterapkan sebagai uji coba di tahun depan. Yakni dua trayek utama dan dua trayek penghubung. Untuk trayek utama rutenya Pasar Pagi-Lempake bolak balik.

Diharapkan rute pertama ini dapat mengurai kemacetan di sana. Selain itu Dishub juga telah menyiapkan beberapa mitigasi agar masyarakat mau menggunakan layanan transportasi umum ini.

“Samarinda sebagai mitra IKN, perlu digitalisasi transportasi. Kita bisa tertinggal dengan kota lainnya. Kita tidak berharap pemerintah bersifat profit, namun bersifat melayani,” pungkasnya. (kf/red)

Tinggalkan Komentar