Disperindagkop Kaltim ‘Turun Gunung’ Normalkan Harga Cabai

disperindagko kaltim cabai

Harga cabai di Kaltim kembali mengalami kenaikan. Imbas cuaca yang tidak bersahabat dan serangan hama di daerah produsen cabai. Disperindagkop Kaltim pun segera ambil langkah cepat untuk menormalkan harga ‘si pedas’.

Kenaikan harga cabai ini tidak hanya terjadi di Kaltim. Namun juga se-Indonesia. Berdasar keterangan Asosiasi Petani Cabai Indonesia. Ada beberapa faktor yang bikin harga cabai mendadak pedas di periode September ini.

Di antaranya, berkurangnya jumlah petani cabai di daerah produsen cabai. Jumlahnya pun signifikan, mencapai 70 persen petani cabai beralih tanah ke komoditi lain. Dengan berbagai alasan ekonomis.

Selain itu, faktor cuaca yang tidak jelas membuat tanaman cabai tidak bisa berproduksi maksimal. Juga degradasi lahan akibat penggunaan pupuk kimia berkepanjangan.

Hal ini diperparah dengan maraknya hama yang membuat penurunan produksi cabai dari daerah sentra seperti Jawa Timur.

Kaltim, tentu merasakan dampak gandanya. Sebagai daerah penerima, bukan penghasil cabai. Faktor-faktor di atas, ditambah ongkos distribusi yang kian melambung. Membuat kenaikan cabai tak terelakkan.

Sejak pekan lalu. harga cabai di Kaltim meningkat di atas 3 persen. Lalu pada 15 September 2022, tercatat mengalami kenaikan lagi mencapai 8 persen. Rata-rata, harga komoditi cabai merah besar mencapai Rp 58 ribu per kilogram (kg). Cabai merah keriting Rp 57 ribu per kg, dan cabai rawit merah Rp 60-62 ribu per kg.

Memang, kenaikan ini terhitung belum seberapa. Karena harga cabai di Kaltim kerap menyentuh angka Rp 100 ribu. Meski begitu, Kepala Dinas Perdagangan, Perindustrian, Koperasi, dan UMKM, (Disperidagkop) Kaltim, Muhammad Sa’duddin, mengatakan. Dinasnya akan melakukan aksi intervensi pasar.

Di antara bentuk intervensi itu ialah melakukan operasi pasar di beberapa kabupaten/kota di Kaltim. Dengan selisih harga tertinggi.

“Harga di kabupaten/kota kan tidak seragam. Kami akan memilih daerah yang harganya paling tinggi, lalu kami lakukan target operasi pasar,” kata Sa’duddin belum lama ini.

Selain operasi pasar, Disperindagkop Kaltim rencananya juga akan melakukan subsidi ongkos angkut untuk distribusi komoditas cabai. Belakangan, sejak BBM mengalami kenaikan harga. Ongkos kirim barang pun ikut terkatrol.

Karenanya, Sa’duddin menilai pemberian subsidi ongkos angkut akan turut menyetabilkan harga kebutuhan pokok. Termasuk cabai. Nantinya, subsidi ongkos angkut akan meliputi dua jalur. Yakni dari jalur sentra produksi ke wilayah Kaltim. Dan jalur distribusi antar kabupaten/kota di Kaltim.

“Kita lihat dulu kondisinya nanti. Kalau yang tinggi gap harganya antara daerah pemasok dengan Kaltim. Kita akan subsidi jalur distribusinya dengan produsen.”

“Tapi kalau yang tinggi gap harganya di kabupaten/kota, kita subsidi yang internal wilayah Kaltim,” jelas mantan Kepala BPKAD Kaltim ini.

Dari pantauan Disperindagkop, harga cabai tertinggi terjadi di Kabupaten Kutai Barat, Kutai Timur, dan Bontang. Hal itu disebabkan karena lokasi yang jauh dan kondisi jalan yang rusak.

Sementara Kabupaten Paser, meski memiliki kondisi geografis serupa, namun daerah itu diuntungkan karena dekat dengan daerah pemasok cabai dari Kalimantan Selatan (Kalsel).

Aksi Pemprov Kaltim tak akan berhenti sampai pada intervensi pasar saja. Gerakan mitigasi pun sudah dirancang.

Disperindagkop Kaltim bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) akan melaksanakan Gerakan Nasional Tim Pengendalian Inflasi Khusus Pangan yang dikoordinir oleh Bank Indonesia (BI) Kaltim. Dengan  Dinas Pangan Tanaman Pangan dan Hortikultura (DPTPH) yang menjadi lead sector-nya.

Dalam gerakan itu, akan dilakukan gerakan produksi cabai dengan pembagian bibit gratis kepada warga. Lalu dilakukan penanaman masif secara urban farming di dalam pot di setiap rumah.

Meski mengalami kenaikan harga, Sa’duddin menyampaikan, stok kebutuhan cabai di kabupaten/kota masih cenderung aman. Dari Data Pasokan Indikatif Barang Kebutuhan Pokok di Kaltim per September 2022, stok cabai tercatat sebanyak 8.994 ton. Dengan rata-rata ketahanan stok sebesar 1,9 ton per bulan. (AVA)

Tinggalkan Komentar