Riset dan Inovasi Jadi Daya Tarik Investasi Asing

Indonesia belum mampu mengolah rumput laut menjadi produk bernilai tinggi karena tidak memiliki teknologi pasca panen. (int)

Kurangnya riset dan inovasi menjadi salah satu tantangan dalam menarik modal asing masuk ke Tanah Air. Hal ini dikemukakan Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal, Kementerian Investasi dan Hilirisasi Nurul Ichwan.

Kelemahan Indonesia dalam aspek penelitian dan pengembangan itu terkait dengan kapasitas sumber daya manusia, yang kemudian berdampak pada kualitas dan kuantitas teknologi, khususnya yang diperlukan untuk hilirisasi.

“Tidak cukup dengan menyebut Indonesia berlimpah sumber daya alam, namun kita harus mempertanyakan juga soal kapasitas SDM untuk memprosesnya melalui hilirisasi,” kata Ichwan dalam lokakarya jurnalis yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bersama Korea Foundation, di Jakarta, awal pekan ini, dari Antara.

Ia mencontohkan dengan komoditas rumput laut. Indonesia adalah produsen rumput laut terbesar kedua di dunia, bahkan menjadi penghasil utama untuk jenis rumput laut tropis.

Sayangnya, negara ini baru mampu menghasilkan produk karagenan (ekstrak rumput laut) level terendah, hanya karena kita tidak memiliki teknologi pasca panen untuk rumput laut ini.

“Jika kita mempunyai teknologi dan kapasitas untuk memprosesnya, kita bisa memasok produk hilirisasi rumput laut yang berguna bagi industri farmasi dan kosmetik,” Ichwan menambahkan.

Karena itulah, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, dengan target capaian pertumbuhan ekonomi 8 persen, akan memfokuskan peningkatan riset dan pengembangan. Caranya dengan memanfaatkan penelitian yang banyak dijalankan oleh akademisi di universitas.

Hasil riset tersebut kemudian perlu dikembangkan lagi serta disesuaikan dengan kebutuhan industri. Nantinya, industri kecil dapat memanfaatkan pengetahuan dan teknologi yang dihasilkan untuk ikut serta dalam proses hilirisasi berbagai komoditas unggulan.

Upaya dengan visi jangka panjang tersebut diyakini dapat menggaet lebih banyak investasi asing langsung, misalnya dari Korea Selatan yang selalu tercatat dalam 10 besar negara dengan realisasi penanaman modal terbesar di Indonesia, 2019 sampai 2024.

Ko Young-kyung, profesor peneliti dari Universitas Yonsei, Korea Selatan, menambahkan soal tantangan eksternal bagi Indonesia, antara lain persaingan dengan Vietnam dalam menarik investasi Korea Selatan.

“Apa saja keuntungan dari berinvestasi di Indonesia dibandingkan dengan Vietnam? Ini bukan urusan kedekatan diplomatik, namun lebih pada hal substansial dalam bisnis,” katanya. (ant/nus)

Tinggalkan Komentar