Suntikan Modal untuk Infrastruktur Berkelanjutan

Demi mendukung program energi bersih, Kementerian Keuangan menyediakan alokasi investasi Rp10 triliun dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) dan Pooling Fund Bencana (PFB).

Komitmen Pemerintah Indonesia terus berlanjut untuk mengatasi peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK). Dampak emisi gas buang ini telah memberikan dampak pada peningkatan suhu global yang berpengaruh pada perubahan iklim.

Di sektor energi, salah satu upaya mitigasi dan adaptasi dilakukan oleh pemerintah dengan kebijakan pengembangan energi bersih (green energy). Untuk mendukung program tersebut, pemerintah telah menyediakan alokasi investasi yang diambil dari APBN, antara lain, dalam bentuk penyertaan modal negara (PMN) dan pooling fund bencana (PFB).

Sebagai bentuk komitmen atas investasi tersebut, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian BUMN dengan tiga penerima investasi Pemerintah, yaitu PT PLN (Persero), Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), serta PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) menandatangani letter of commitment (LoC) pada Jumat (16/12/2022).

“Hari ini penandatanganan dari tiga CEO ini adalah semacam komitmen profesional dari CEO yang mendapatkan PMN. Jadi tiga (untuk BPDLH) plus lima (untuk PLN) plus dua (untuk SMF) itu berarti Rp10 triliun. Itu adalah angka yang sangat besar. Jadi, tadi masing-masing CEO menandatangani semacam komitmen performance, yang akan diraih dari PMN yang sudah atau sedang akan dicairkan dari APBN kita untuk 2022 ini. Kita berharap tentu dana yang berasal dari uang rakyat bisa hasilkan manfaat yang maksimal bagi masyarakat dan perekonomian,” ujar Menkeu Sri Mulyani Indrawati saat memberikan sambutan pada penandatangan LoC tersebut, Jumat (16/12/2022).

Kepada PT PLN (Persero), di tahun 2022, pemerintah memberikan PMN sebesar Rp5 triliun untuk memperbaiki struktur permodalan dan peningkatan kapasitas usahanya untuk membiayai pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan.

Dari alokasi itu sebesar Rp2,4 triliun digunakan untuk membiayai proyek distribusi termasuk pembangkit EBT listrik desa (lisdes) penunjang program lisdes. Diharapkan, tidak hanya rasio elektrifikasi akan meningkat dari investasi ini, melainkan juga berkontribusi pada peningkatan bauran energi baru terbarukan yang bermuara pada pengurangan emisi yang ditimbulkan dari pembangkit-pembangkit tenaga fosil.

PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) juga mendapatkan suntikan modal negara sebesar Rp2 triliun untuk mendukung program satu juta rumah. Alokasi investasi pada PT SMF diharapkan dapat menjaga kesinambungan pembiayaan perumahan yang terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), melalui penyediaan sumber dana jangka menengah atau jangka panjang kepada penyalur KPR Program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

Tentunya dengan adanya perumahan yang layak juga akan menghasilkan lingkungan nyaman dan tertata baik. Selain pemberian PMN, upaya mengelola lingkungan hidup adalah dengan pembentukan PFB atau dana bersama penanggulangan bencana (DBPB). Untuk mengelola DBPB, Menteri Keuangan telah menugaskan BPDLH atau Indonesia Environment Fund (IEF), dengan alokasi investasi pada 2022 sebesar Rp3 triliun.

Penyaluran dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup oleh BPDLH, di antaranya digunakan untuk pengendalian perubahan iklim, pengelolaan hutan berkelanjutan, pengendalian kebakaran hutan dan lahan serta pemulihan lahan gambut dan lain-lain.

Rehabilitasi Mangrove

Seiring dengan penandatanganan LoC, dilaksanakan pula peresmian program corporate social responsibility (CSR), berupa join program tanggung jawab sosial dan lingkungan bertema program shrimp-carbon aquaculture (SECURE) dan ekowisata mangrove berkelanjutan di Desa Pegat Batumbuk dan Desa Teluk Semanting, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.

Join program CSR itu sejalan dengan upaya PLN dan BLU BPDLH dalam melestarikan lingkungan. Program tersebut merupakan bentuk tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh Special Mission Vehicles (SMV) Kemenkeu yang membawahi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Para SMV tersebut terdiri dari PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) (PT SMI), PT Geo Dipa Energi (Persero), Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) (PT PII), PT SMF, serta PT Indonesia Infrastructure Finance (PT IIF).

Melalui aksi ini, masyarakat juga dapat sekaligus meningkatkan taraf ekonomi melalui aktivitas pengelolaan tambak yang efektif dan efisien. Program ini juga diproyeksikan untuk dapat mengurangi CO2 sebanyak 5.940 ton CO2 dalam jangka waktu 10 tahun, dan merehabilitasi hutan mangrove seluas 756 hektare.

Pelaksanaan program tambak SECURE yang dilakukan di Desa Pegat Batumbuk berfokus pada pengembalian fungsi tambak udang menjadi hutan mangrove kembali. Sedangkan di Desa Teluk Semanting, join program TJSL SMV dilaksanakan melalui program ekowisata mangrove bekelanjutan. Program ini bertujuan untuk mendukung keberlanjutan area konservasi mangrove, serta pengembangan pariwisata lokal.

Selain itu, proyek ini bertujuan membuka akses untuk peningkatan daya jual UMKM lokal, baik di bidang kuliner, akomodasi pariwisata, maupun kriya (pengembangan batik dengan pewarnaan alami mangrove). Selain itu, program ini turut meningkatkan biomassa ikan dan kepiting, serta mendukung pelestarian bekantan (Nasalis larvatus) yang merupakan satwa endemik Kalimantan.

Seperti telah tertuang dalam RPJMN 2020-2024, pemerintah berkomiten menerapkan prinsip ekonomi hijau yang dapat memberikan peluang untuk setiap sektor menjadi lebih produktif dan berkelanjutan. Sebelumnya, pemerintah Indonesia telah turut serta dalam komitmen global menanggulangi perubahan iklim dengan menerapkan prinsip ekonomi hijau dalam kebijakannya.

Seperti dalam pertemuan puncak G20 di Bali pada pertengahan November 2022, selaku pemegang Presidensi G20 2022, telah menghasilkan beberapa poin penting, di antaranya isu krisis pangan dan perubahan iklim. Begitu pun, saat mengikuti the Conference of the Parties ke-27 (COP27) dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB atau UNFCC yang berakhir di bulan yang sama, telah melanjutkan komitmennya dalam upaya menekan kenaikan suhu ke 1,5 derajat Celcius.

Sebagaimana tertuang dalam UU nomor 16 tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement, Pemerintah Indonesia menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030. (sumber)

Tinggalkan Komentar