Terungkap! Masih Ada Restoran di Kutai Timur Tidak Bayar Pajak dengan Sewajarnya
Terungkap! Jika ternyata masih banyak warung makan atau restoran di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) yang tidak membayar pajak dengan sewajarnya.
Hal tersebut diungkapkan oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutim, Faizal Rachman. Ia menyoroti sejumlah restoran yang tidak membayar pajak dengan wajar.
Dugaan tersebut bukan tanpa dasar. Jika dicermati banyak restoran yang ramai dengan pembelinya. Namun, dalam urusan kewajiban pajak dan retribusinya, hanya bayar dengan nilai stagnan.
Ia pun meminta agar rekan-rekan media mengeskpos warung-warung yang tidak taat pajak tersebut. Agar dapat memberikan keleluasaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) untuk bergerak.
“Ada beberapa restoran yang ramai tetapi pada restorannya hanya bayar sekitar 500.000 per bulan,” Ungkap Faizal saat ditemu rekan Media di kantor DPRD Kutim. Senin (23/10/2023).
Wakil Rakyat dari Fraksi PDI – Perjuangan ini juga menyampaikan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, atau yang disingkat BPKP sudah mulai bergerak mengaudit atau memeriksa beberapa restoran yang diduga nakal tersebut. Khususnya restoran dengan menu yang bakar-bakar.
“Tetapi justru seperti Kentucky Fried Chicken (KFF) dan Pizza itu semuanya taat pajak,” bebernya.
Pihaknya mengatakan, dalam hitungan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapenda) setoran masih kurang sebanyak 200 juta, akan tetapi mereka menolak untuk membayar.
“Misalkan kita pergi makan di restoran yang bakar-bakar, itu kan satu pengunjung kadang-kadang kita itu bayar Rp 500 ribu. Kalau pajaknya 10 persen, paling itu sudah Rp50 ribu. Jika 10 pengunjung sudah Rp500 ribu kan, tidak masuk akal kalau dia bayar pajaknya sebulan itu Rp500 ribu,” ujarnya.
Sebetulnya. sambung dia, pemerintah daerah sudah memberikan keleluasaan kepada wajib pajak karena itu sistemnya merekam yaitu merekam sendiri, merekap sendiri dan langsung membayar.
“Kalau misalkan ada kecurigaan Bapenda bisa melakukan pemeriksaan,” tuturnya.
Ia pun berharap agar Perda Pajak dan Retribusi daerah segera disahkan. Karena jika tidak disahkan akan berpotensi tidak boleh melakukan penarikan karena undang-undangnya sudah berubah.
“Perda yang lama kita itu kan merujuk undang-undang yang dicabut, kalau perdanya tidak segera diganti maka kita tidak punya dasar hukum untuk melakukan penarikan.”
“Kalau kita melakukan penarikan tanpa perdanya dirubah. Justru berpotensi ada kesalahan di situ, karena kita masih menggunakan Perda yang lama dan menggunakan undang-undang yang baru,” pungkasnya. (han/red)
BACA JUGA