Benny dan Wahyu Berbagi Tips dan Pengalaman di Teknik Penyutradaraan dan Sinematografi RAFF
Sinematografer kawakan Benny Kadarhariarto dan Sutradara Film Wahyu Agung Prasetyo langsung berbagi tips dan pengalamannya dalam gelaran workshop tentang penyutradaraan dan sinematografi bartajuk “Class with Lumix” yang menjadi bagian dari Rock Art Film Festival (RAFF) 2023 digagas oleh salah satu pegiat perfilman di Sangatta yakni Borneo Film bekerja sama dengan Dinas Pariwisata (Dispar) Kutim, Kelas Sinema dan brand kamera asal Jepang Lumix digelar selama sehari penuh di Ruang Damar Gedung Serbaguna (GSG) Bukit Pelangi, Senin (4/12/2023) lalu.
Dalam kesempatan itu, Benny Kadarhariarto menegaskan film adalah media yang sangat kuat dalam menyiarkan sebuah pesan dan memang film itu menjadi tempat khusus di hati bagi siapa saja yang menonton.
“Berbeda dengan sinetron yang memang ditujukan untuk tujuan komersial, kalau film itu berbeda ada kemasan taste (rasa) pembuatnya dalam hal ini melalui proses perencanaan ide cerita (plot twist) yang harus dieksekusi dengan matang. Jadi memang ada rasa idealisme yang muncul yang nantinya akan berkembang menjadi naskah skenario, merekrut pekerja film (crew), menyusun jadwal dan budgeting, hunting lokasi, menyiapkan kostum dan properti, menyiapkan peralatan produksi dan casting pemain,” ungkapnya.
Kemudian pria gondrong yang berprofesi sebagai Director of Photography dan Penyunting Produksi Film Detak (Tarian Lengger Maut) itupun mengajak para pegiat film khususnya di Sangatta lebih menggali ide cerita.
“Banyak ide cerita yang bisa diangkat melalui potensi sejarah ataupun perjalanan kebudayaan di Kutai Timur (Kutim) pada khususnya. Buat ide cerita yang tidak memaksa, luwes saja secara natural apa yang menjadi gagasan yang ingin disampaikan. Saya yakin teman-teman bisa berkarya dengan membuat film yang sederhana namun kuat secara visual. Dan tentunya jangan lupakan teknik komposisi dan angle kamera yang berbeda dan harus dieksekusi dengan pas,” tegasnya.
Senada, Sutradara Film Pendek asal Jogja yakni Wahyu Agung Prasetyo menitikberatkan untuk para pegiat film di Sangatta untuk lebih memperhatikan “workflow” karena ini menjadi hal penting yang sangat krusial.
“Jadi kita matangkan dulu workflow ini karena menjadi suatu keniscayaan dalam pembuatan film. Secara sederhana, workflow merupakan rangkaian rutinitas yang dilakukan mulai dari awal hingga akhir proses produksi. Dalam praktiknya, setiap SDM yang masuk dalam produksi film harus mengetahui tugas serta tanggung jawab masing-masing. Sehingga operasional produksi pun dapat berjalan dengan lancar tanpa adanya kekurangan sedikit pun. Contoh saja di penyutradaraan ada Director Treatment yang harus bisa mengguideline ke teman-teman produksi ini karya mau buat sepeti apa, jadi golnya memunculkan ketertarikan sudut pandang lain tentang film,” tegasnya.
Pembuat film pendek “Tilik” itupun menambahkan untuk para penggiat film di Sangatta tidak perlu cemas kalau tidak ada bioskop.
“Intinya perbanyak saja screening ataupun nonton bareng karya-karya film sineas daerah. Karena ini nantinya akan memunculkan karya identitas daerah untuk ditunjukkan keluar karena mempunyai daya tarik,” sebutnya.
Untuk diketahui, kegiatan workshop ini diikuti sebanyak 40 peserta yang berasal dari pelajar sekolah di Sangatta, komunitas film dan foto, pegiat pariwisata yang memang notabenenya bergerak di sektor ekonomi kreatif (Ekraf), dimana film masuk dalam 17 subsektor Ekraf.(Adv/nus)
BACA JUGA