MIMBAR+

Sejarah Tahun Baru Hijriah, Ditentukan di Masa Sahabat Rasulullah

Sejarah Tahun Baru Hijriah, Ditentukan di Masa Sahabat Rasulullah
Ilustrasi.

Dahulu bangsa Arab tidak mengenal tahun, dalam pengertian satuan waktu yang terdiri dari 12 bulan seperti yang kita kenal. Mereka memang menggunakan istilah tahun, namun yang dimaksud dengan tahun adalah peristiwa besar tertentu. Seperti istilah tahun gajah, tahun huzn dan lain-lain

Hal ini berlangsung sampai masa diutusnya Rasulullah ﷺ hingga wafat. Dan berlanjut di masa kekhalifahan Abu bakar Shidik selama dua tahun juga belum ada tahun Islam.

Barulah saat pemerintahan Umar bin Khattab terjadi beberapa peristiwa yang melatarbelakangi beliau berpikir untuk membuat tahun tersendiri bagi umat Islam.

Di antaranya adalah kebingungan sebagian gubernur di beberapa wilayah ketika mendapat surat dari amirul Mukminin Umar bin Khattab. Di mana ada instruksi untuk melaksanakan proyek di bulan tertentu.

Para pemimpin daerah bingung yang dimaksud dengan bulan di surat tersebut di tahun ini atau tahun depannya? Karena di masa itu untuk sampainya sebuah surat dari pusat kekhalifahan ke beberapa daerah ada yang hingga berbulan-bulan.

Beberapa riwayat juga menyebutkan ada sebagian shahabat yang tinggal di Yaman berkirim surat kepada sahabat lainnya yang ada di Syam untuk bertemu di bulan tertentu di tanah suci.

Namun mereka gagal bertemu. Karena yang berkirim surat datang di bulan tahun ini, sedangkan yang menerima surat datang di bulan yang sama pada tahun depannya.

Maka Amirul mukminin Umar bin Khattab mengumpulkan para shahabat untuk bermusyawarah dalam hal penentuan tahun bagi umat Islam.

Dalam Syura’ semua sahabat sepakat untuk membuat tahun sendiri, tidak menggunakan penanggalan yang sudah ada, baik versi Persia maupun Masehi.

Sahabat juga sepakat bahwa yang akan dijadikan sebagai tahun pertama penanggalan adalah masa kehidupan Nabi ﷺ, bukan masa Abu Bakar apalagi masa Umar.

Namun mereka kemudian berbeda pendapat, dari masa kehidupan Nabi ﷺ tersebut, mana yang akan digunakan sebagai awal tahun, mengingat beliau hidup selama 63 tahun.

Sebagian mengusulkan untuk menjadikan hari lahirnya beliau ﷺ sebagai awal tahun, namun pendapat ini ditolak karena dianggap menyerupai kebiasaan orang Nashrani.

Sebagian mengusulkan saat Nabi ﷺ menerima wahyu pertama kali, yakni 40 tahun kemudian. Pendapat ini juga ada yang mendebat, karena masa itu meski istimewa karena awal kali turunnya wahyu, namun tidak banyak perubahan yang terjadi.

Usulan yang lain berikutnya adalah saat moment perang yang sangat menentukan dalam Islam, yakni perang Badar, ada juga yang berpendapat tahun kewafatan Nabi ﷺ namun ada shahabat yang tidak menyetujuinya.

Terlebih tahun kewafatan beliau akan menjadikan suasana tahun baru Islam tahun kesedihan karena terkenang saat kewafatan sang pembawa Risalah.

Lalu berdirilah sayidina Ali bin Abi Thalib, yang dengan lantang mengusulkan agar menjadikan saat hijrahnya Nabi sebagai awal tahun baru bagi umat Islam, karena setelah hijrah dakwah dan kaum muslimin telah memiliki kekuatan. Pendapat ini langsung disetujui oleh Umar dan para shahabat lainnya.

Maka diputuskanlah bahwa tahun baru umat Islam adalah mulai dari tahun hirjahnya Nabi ﷺ. Sehingga dikenal dengan istilah tahun Hijriyah. Yang mana saat diadakan syura’ tersebut umar telah memerintah selama 4 tahun. Ditambah 2 tahun lebih sekian bulan maa Abu Bakar, lalu ditambah 10 tahun saat hijrahnya Nabi.

Walhasil, saat diketok palu rapat tersebut, kaum muslimin langsung masuk ke tahun 17 Hijriyah.

Masalah ternyata belum selesai. Karena untuk perputaran tahun, harus ditentukan mana bulan awal dan akhirnya. Terjadi kembali perbedaan pendapat, ada yang mengusulkan Ramadhan, Syawal dan bulan lainnya.

Lalu sayidina Umar bertanya, di waktu kapan kaum muslimin berkumpul dalam jumlah besar? Para shahabat lainnya menjawab di bulan haji (bulan Dzulhijjah). Maka beliau memutuskan bulan setelahnya yakni Muharam sebagai bulan pertama dari kalender Hijriah.

Hal ini supaya ketika umat Islam kembali dari haji, mereka membawa ke negeri masing-masing spirit baru persatuan Islam.

Riwayat lainnya menyebutkan bahwa usulan untuk dijadikannya bulan Muharram sebagai awal bulan dari penanggalan Hijriah adalah dari sayidina Ustman bin Afffan radhiyallahu a’nhu.

Sehingga sebenarnya, bulan Muharam bukanlah saat hijrahnya Nabi seperti yang disangkakan oleh banyak orang. Karena Nabi berhijrah dari Makkah ke Madinah berangkat di akhir bulan Shafar dan sampai awal dari bulan Rabi’ul Awwal.

Demikian, semoga bermanfaat.


(1) Al Muntadzim fi at Tarikh Muluk wal Umam (4/226-227)
(2) Tarikh ar Rusul wal Muluk (2/388-389)

*Disusun oleh Ustaz Ahmad Syahrin Thoriq, pengasuh Ponpes Subulana Bontang.

Comments

POPULER

To Top