Kalah Gugatan di WTO, Jokowi Ngotot Hilirisasi Jalan Terus
Larangan ekspor bijih nikel memasuki babak baru. World Trade Organization (WTO) sudah mengeluarkan keputusan.
Pemerintah Indonesia dinyatakan kalah dari gugatan Uni Eropa.
Organisasi Perdagangan Dunia menolak pembelaan Indonesia atas pemberlakukan larangan ekspor nikel tersebut.
Meski begitu, tak menyurutkan komitmen pemerintah. Hilirisasi menjadi harga mati.
Mereka menyimpulkan bahwa larangan ekspor bijih nikel Indonesia tidak sesuai dengan Pasal XI:1 GATT 1994.
Setiap negara anggota WTO dilarang melakukan pembatasan selain tarif, pajak, dan bea lain, dan bukan pembatasan lain termasuk kuota dan perizinan impor atau penjualan dalam rangka ekspor.
Nikel tidak masuk dalam pengecualian dalam penerapan pasal tersebut.
Namun demikian, panel WTO menolak argumen bahwa kebijakan larangan ekspor nikel RI termasuk dalam pengecualian aturan tersebut.
Selain itu, syarat pengecualian berlaku jika larangan ekspor bertujuan untuk mencegah atau meringankan krisis pangan, atau produk lain yang esensial bagi Indonesia.
“Larangan ekspor tidak sesuai dengan Pasal XI:1 GATT 1994,” tulis keterangan WTO itu.
Panel WTO merekomendasikan agar Indonesia mengambil langkah-langkahnya sesuai dengan kewajibannya berdasarkan GATT 1994.
Sikap Indonesia berkaitan dengan keputusan itu, cukup tegas. Indonesia siap melakukan banding terhadap keputusan itu.
Presiden Jokowi menunjuk Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi untuk tidak takut mengajukan banding.
“Saya sampaikan kepada bu Menteri Luar Negeri (Retno Marsudi) untuk jangan mundur,” ungkap Presiden Jokowi, Selasa (10/1/2023).
Presiden Joko Widodo pun sangat meyakini dengan pilihan Indonesia melakukan hilirisasi komoditas pertambangan adalah pilihan yang tepat.
“Ini akan menjadi lompatan besar peradaban negara”.“Kita harus berani seperti itu, kita tidak boleh mundur, kita tidak boleh takut karena kekayaan alam itu ada di Indonesia,” ujar Presiden Jokowi.
Sebagai informasi, Indonesia tercatat sebagai produsen nikel terbesar kedua di dunia. Selain itu, Indonesia juga eksportir nikel terbesar kedua untuk industri baja negara-negara Uni Eropa.
Itu sebabnya, banyak industri logam di Eropa sangat bergantung pada bahan mentah dari Indonesia.
Kondisi di atas terkonfirmasi dengan penyataan Komisioner Perdagangan UE Cecilia Malmstrom di pengujung 2020.
Menurutnya, langkah Indonesia menyetop ekspor bijih nikel membuat industri baja di Eropa dalam ancaman besar.
“Terlepas dari usaha yang kami lakukan, Indonesia tetap tidak beranjak dari langkahnya dan mengumumkan larangan ekspor pada Januari 2020,” kata Malmstrom. (red1)
BACA JUGA