Ubah Buku Cetak ke Versi Digital, Tema Lokal Jadi Prioritas
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Kaltim mengubah buku fisik menjadi buku versi digital. Langkah ini sebagai pengarsipan agar tidak memakan banyak ruang penyimpanan. Sebab, pertumbuhan jumlah buku tidak sebanding dengan ruang penyimpanannya.
Diketahui, setiap tahunnya jumlah buku semakin bertambah. Di Indonesia, setiap tahunnya rata-rata terbit 1.500 judul buku baru.
Sementara di perpustakaan, untuk mengkoleksi semua buku itu tidaklah mudah. Selain karena jumlah terbitan buku yang tidak ada habisnya. Ruang penyimpanan di perpustakaan pun sudah mulai mengecil.
Pelaksana Harian Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Daerah Kalimantan Timur (Kaltim) Taufik mengaku kalau jumlah terbitan yang ada tidak berbanding lurus dengan kapasitas ruang penyimpanan. “Perpustakaan tidak akan mampu menampung karena keterbatasan anggaran. Tapi apapun itu ketika penambahan koleksi pasti makan tempat,” jelas Taufik, belum lama ini.
Untuk menyiasatinya, Taufik mengaku pihaknya berupaya melakukan pengarsipan buku fisik. Yakni dengan melakukan alih media menjadi buku versi digital. “Dikecilkan volumenya, dengan fokus pengadaan buku elektronik. Katena space untuk buku tercetak sudah sesak,” tambah Taufik.
Meski begitu, kata Taufik, tidak semua buku bisa diarsipkan menjadi versi digital. Karena jumlahnya sangat banyak. Sehingga buku oleh penulis lokal dan diterbitkan oleh penerbit daerah di Kaltim lah yang jadi prioritas.
Taufik menyebut, memakai format seleksi, semua koleksi buku yang ada di Perpustakaan Daerah Kaltim yang masih dalam bentuk fisik tercetak, diseleksi dan dipilah. Memisahkan buku umum dan buku lokal.
“Entah itu buku terbitan lokal, ditulis oleh penulis lokal, atau isi bukunya bermuatan lokal tentang Kaltim. Intinya semua buku yang berkaitan dengan bumi etam,” sebutnya.
Karena menurut Taufik, buku lokal terbitan daerah, jarang atau bahkan tidak dijual di Gramedia, toko buku, atau di pasaran sehingga sulit ditemukan. Dari sana DPK merasa perlu untuk mengarsipkan buku lokal.
“Tapi kalau buku umum, enggak, karena sudah ada di toko buku. Jadi tidak semua, fokus terbitan daerah konten lokal yang kalau kita cari di pasar tidak ada. Sejarah Kutai Kartanegara misalnya,” tandasnya. (ens/jek/nus)
BACA JUGA