Sahur Bareng di Ladaya, Sambil Merawat Panggung Kesenian Lewat Sahur Mayur 12

Setelah persiapan panjang sejak bulan Februari lalu. Sahur Mayur ke-12 terlaksana dengan sukses. Gelaran yang dinantikan setiap tahun saat Ramadan. Menunggu waktu sahur sambil menikmati pertunjukan seni.

Kamis malam, 28 Maret 2024. Sejumlah obor sudah terjejer rapi di sepanjang tepi jalan masuk Ladang Budaya (Ladaya) Tenggarong, Kutai Kartanegara. Tanda ada pertunjukan yang sedang berlangsung.

Ratusan penikmat seni hadir. Tak hanya dari Tenggarong, warga Samarinda pun banyak terlihat. Meski dari Ibu Kota Kaltim, perlu menempuh waktu sekitar 1 jam dengan jarak sekitar 30-an km. Untuk sampai di Ladaya.

Dari jadwal, Sahur Mayur ke-12 dimulai pada jam 10 malam. Kaltim Faktual tiba di Ladaya sekitar jam 11 malam. Pertunjukan di Amphitheatre Ladaya sudah dimulai. Area penonton sudah tampak penuh.

Yang istimewa, Sahur Mayur Kali ini bertepatan dnegan Hari Teater Sedunia. Para pelaku seni dan penikmat seni berkumpul. Sebagai bentuk reflektif atas upaya bekerja di panggung. Semuanya ikut merawat kesenian.

Berbagai kesenian tampil di panggung. Selaras dengan tema Sahur Mayur ke-12: Para Pencari Panggung. Dibuka dengan Tari Kontemporer oleh Ahdiyad, lalu Boyonesia dengan penampilan musik.

Teater Bastra, dari Hima Bastra FKIP Unmul tampil dengan apik. Di panggung, para mahasiswa sesekali menyisipkan celotehan bahasa gaul teranyar. Membuat penonton relate dan mengundang gelak tawa.

Panggung makin seru. Karena MC, ikut mengajak penonton berinteraksi. Adu pantun dengan para pemeran dari Teater Bastra. Sesi yang dilakukan tanpa briefing. Natural dan menyenangkan.

Lalu dilanjutkan dengan stand up comedy dengan local joke. Komedian daerah, Faidil Adha tampil dengan bahasa daerah Kutai.

Dilanjut content creator dan MC kondang Kemal Uhuy. Tampil dengan joke yang ‘gelap’ tapi tak berhenti menggelitik; cerita soal Bapaknya yang sudah tiada dengan bahasa pergaulan sehari-hari.

Pertunjukan belum berhenti. Seniman teater asal Kutai Kartanegara (Kukar), Dedi Nala Arung berkolaborasi dengan Congkil G7. Dramatic reading, diiringi orkes keroncong tingkilan. Bikin cerita makin asik disimak.

Dedi Nala Arung membawa cerita kemiskinan. Cerita yang ironi, gambaran keluarga miskin di Indonesia. Terjebak dan menikmati hidup dalam kemiskinan. Kritik sosial tampak terasa dalam pertunjukannya.

Penampilan inti kemudian muncul. Dikemas dengan begitu apik. Teater Lanjong berhasil membuat bingung para penonton pada permulaan. Karena seni peran dibuka dengan adegan mematung yang berlangsung selama beberapa menit.

Cerita sudah dimulai, tapi seolah belum dimulai. Para pemeran bersahutan bertanya, kapan dialognya dimulai? Sampai kapan mereka berdiri mematung tanpa ekspresi dan gerak?

Membawakan cerita Pamer Peran, karya Ab Asmarandana. Yang menunjukkan sisi di balik layar pertunjukan teater. Percakapan antar pemeran yang menyinggung soal latihan teater, bedah naskah, dan panggung kesenian.

Disisipkan juga soal sifat manusia yang suka pamer. Miskin dipamerkan, kaya dipamerkan, ilmu dipamerkan. Menunjukkan kalau hidup manusia sebetulnya hanya pameran. Di panggung mereka bertanya, Sudah Pamer Hari Ini? Pertunjukan 50 menit yang apik.

Berbagai penampilan, ditunjang dengan tata panggung berupa rumah dengan tangga yang menuju pintu masuk. Di depannya area kosong yang bisa digunakan lebih fleksibel. Dibantu pencahayaan yang pas sesuai penampilan.

Penampilan berikutnya ada Baladastra. Kelompok musik asuhan Teater Bastra, membawa musik dan musikalisasi puisi. Rencananya akan membawakan 2 buah lagu. Namun sayang harus terhenti di pertengahan lagu ke-2.

Sebab, sekitar jam 2 dini hari cuaca Tenggarong tiba-tiba tak mendukung. Hujan rintik mulai membasahi. Dengan arahan MC, para penonton kemudian beranjak mengambil tempat berteduh. Menunggu kelanjutan pertunjukan.

Sembari itu, makan sahur berupa nasi kotak mulai dibagikan. Para penonton kemudian makan sahur bersama. Diiringi musik sahur oleh Three Al Zafaga yang belum sempat tampil.

Itu merupakan penampilan terakhir. Karena hujan semakin deras, pertunjukan tak bisa dilanjutkan. Sangat disayangkan Nawasena, musik tradisi asal Samarinda tak dapat tampil sebagi penutup.

Meski pentas tak dapat dilanjutkan. Pertunjukan Sahur Mayur ke-12 dan seluruh kerja penyelenggara patut diapresiasi. Sampai jumpa di Sahur Mayur ke-13. (KF/RED)

Tinggalkan Komentar