Belajar dari Kasus Gus Miftah, Kemenag Diminta Sertifikasi Juru Dakwah
Usulan sertifikasi juru dakwah sedang ramai diperbincangkan banyak pihak. Terlebih sejak kasus olok-olok yang dilakukan salah seorang pemuka agama kepada pedagang kaki lima baru-baru ini.
Menteri Agama Nasaruddin Umar mengatakan pihaknya menerima dan menindaklanjuti usulan terkait hal tersebut. Menag bilang tengah menyiapkan proses untuk melakukan kajian tersebut dalam waktu dekat agar bisa didapatkan keputusan yang tepat mengenai usulan tersebut.
“Sedang kita kaji nanti dalam waktu dekat ini,” kata Nasaruddin di kawasan Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (9/12/2024).
Usulan mengenai pengkajian para juru dakwah di Indonesia awalnya datang dari anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanulhaq. Ini dilakukan untuk memastikan para pendakwah memiliki kapasitas yang memadai untuk menyampaikan nilai-nilai keagamaan.
“Kementerian Agama perlu melakukan sertifikasi juru dakwah,” kata Maman dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (4/12/2024)
Usulan itu disampaikannya guna menanggapi video viral yang memuat ucapan dai kondang Miftah Maulana yang kerap dipanggil Gus Miftah.
Dalam video itu, terdapat ucapan Gus Miftah yang dinilai sebagian besar masyarakat telah melecehkan seorang warga penjual es teh.
Bahkan, di media sosial X dan Instagram, masyarakat mengecam ucapan Miftah karena dinilai tidak mencerminkan seorang penceramah/dai yang semestinya memberikan kesejukan.
Menurut Maman, kasus tersebut menjadi pembelajaran bagi seluruh pihak untuk menjaga perkataan di hadapan publik.
Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa pendakwah seharusnya merupakan orang yang paling tidak menguasai sumber-sumber nilai keagamaan, baik itu dari Al Quran, hadis, maupun sumber-sumber klasik.
Maman menambahkan ulama juga dianjurkan untuk memiliki tema-tema pokok keagamaan dalam setiap sumber ceramah. Ia menekankan tidak boleh ada bahasa kotor maupun candaan yang mengolok-olok pihak lain saat berdakwah.
“Tema yang dibawakan juga harus merujuk sumber agama. Misalnya, soal kesederhanaan atau lainnya. Itu semua harus bersumber atas referensi keagamaan seperti di poin pertama,” ujarnya. (ant/nus)
BACA JUGA