Melihat Cara Kaltim Pertahankan Ekonomi Hijau: Dari Menjaga Hutan hingga Dapat Apresiasi Dunia
Salah satu dari sekian program Pemprov Kaltim dibawah kepemimpinan Isran Noor dan Hadi Mulyadi mendapat apresiasi dunia. Yakni, membangun
. Meningkatkan ekonomi tapi tidak merusak lingkungan yang ada.Menjaga hutan sudah menjadi kewajiban Pemprov
. Khususnya hutan dengan nilai konservasi tinggi, yang lokasinya berada di Benua Etam.Program ini ternyata tak hanya berdampak baik bagi lingkungan. Malah turut menambah pundi-pundi daerah. Ya, Bank Dunia membayar Rp320 miliar untuk program penurunan emisi gas rumah kaca (GRK).
Meski tenar sebagai wilayah penghasil batu bara dan kelapa sawit, nyatanya Kaltim dinilai berhasil mempertahankan hutan perawan. Untuk mencegah lepasnya emisi gas rumah kaca yang berpotensi menyebabkan pemanasan global.
Secara khusus, Pemprov Kaltim telah membuat regulasi untuk mempertahankan Area dengan Nilai Konservasi Tinggi (ANKT) sejak era kepemimpinan Gubernur Awang Faroek Ishak. Kebijakan yang melewati banyak tahapan itu terus dipertahankan Gubernur Isran Noor bersama wakilnya Hadi Mulyadi.
Kebijakan ini menjadi kunci keberhasilan ekonomi hijau. Karena adanya dua aktivitas besar yang berkaitan penurunan emisi di tanah Kaltim: pertambangan dan perkebunan.
Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Kaltim Ujang Rachmad menuturkan, bahwa sektor perkebunan ada tiga aktivitas yang menyebabkan pelepasan karbon secara masif. “Yang paling besar itu dari alih fungsi lahan. Dari hutan menjadi kebun. Saat penebangan pohon, itu kan dilepas karbonnya. Kedua, dari pengolahan limbahnya. Dari POME itu kan. Yang ketiga dari pupuknya,” ungkapnya.
Akan tetapi, menurutnya, yang paling besar itu dari perkebunan. Emisinya disebabkan dari alih fungsi lahan. “Oleh karena itu, tindakan kita adalah bagaimana kemudian mengembangkan kebun itu di areal yang memiliki cadangan karbon rendah, seperti semak belukar,” jelasnya.
Karena itu, pengelolaan ANKT memiliki peran penting dalam upaya menjaga emisi. Konservasi yang termaktub dalam ANKT mencakup aspek keanekaragaman hayati dan sosial budaya.
Dari sisi sosial budaya, Pemprov melarang pengusaha membuka perkebunan di area yang terdapat situs peninggalan sejarah. “Misal ada kuburan leluhur, kita harus melindungi area itu. Kemudian ada situs sejarah atau arkeologi. Itu kan harus kita lindungi juga,” tegasnya.
Sementara dari aspek keanekaragaman hayati, areal yang menjadi habitat hewan dan tanaman endemik, sangat dilarang untuk ditebang. Meskipun itu berada di tengah area perkebunan sekalipun. “Kawasan ekosistem hutan yang di situ ada orang utan, ada satwa dan tanaman endemik. Itu harus dilindungi,” terangnya.
Dengan dasar ANKT yang telah diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 12 Tahun 2021, Pemprov bisa menekan angka pelepasan emisi karbon. Dengan cara menjadikan kawasan bernilai konservasi tinggi tetap perawan. Bagian paling menariknya ialah aturan ini berlaku untuk kawasan perkebunan yang telah berizin atau bukan.
Ditetapkannya Kaltim sebagai daerah yang berandil besar dalam menjaga emisi karbon oleh dunia adalah satu di antara indikator yang ingin dicapai. Menurut Ujang, ANKT adalah satu pekerjaan untuk banyak tujuan.
Karena seperti disebutkan di atas, bukan cuma hutan murni yang dijaga. Tetapi situs sejarah, habitat hewan dan tanaman khas juga bisa dipertahankan dengan regulasi ini.
Namun, sebut Ujang, menjaga ANKT tidak selesai pada tahap pembuatan regulasi saja. Yang terberat dari program ini ialah menjaga konsistensi aturan. Dengan terus melakukan monitoring dan pengawasan ketat secara berkala.
Menjaga ANKT dari serbuan “keserakahan” adalah model pembangunan infrastruktur perkebunan dan kehutanan. Agar penduduk Kaltim di masa depan, masih bisa melihat apa itu hutan perawan, apa itu orang utan, dan apa itu paru-paru dunia.
Rp320 Miliar dari Bank Dunia
Dengan konsistensinya menjaga lingkungan hijau tersebut, Kaltim mendapat apresiasi dunia. Ya, provinsi ini mendapat insentif Rp 320 miliar dari Bank Dunia.
Gubernur Kaltim Isran Noor menjelaskan, program Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Berbasis Lahan dengan skema FCPF di Kaltim dilaksanakan tahun 2020–2024. Program ini berpotensi mendapat insentif dari Bank Dunia, atas kerja sama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI dengan Pemprov.
Insentif yang diharapkan itu akhirnya tiba. Setelah sebelumnya World Bank menyetujui permintaan pembayaran advance payment (pembayaran di awal) melalui surat Sekretaris Jenderal KLHK Nomor S.981/SETJEN/ROKLN/KLN/2022 tanggal 26 September 2022, dan telah setujui pembayaran advance payment sebesar USD20,9 juta atau sebesar Rp320 miliar dan akhirnya pada tanggal 7 November 2022 Indonesia menerima insentif tersebut.
Isran mengungkapkan rasa syukurnya karena Indonesia telah menerima pembayaran awal insentif tersebut. “Ini bisa menjadi percontohan karena yang pertama di Asia Tenggara bahkan Asia Pasifik. Apalagi Kaltim juga yang pertama di Indonesia,” tuturnya, dalam Expose dan Press Conference Program Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Berbasis Lahan pada skema Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) di Kaltim, di Hotel Gran Senyiur Balikpapan, (8/11) silam.
Isran bilang, begitu besar kontribusi Kaltim untuk dunia. Inilah mengapa Kaltim sangat memenuhi syarat menjadi ibu kota negara RI. “Ini merupakan perjalanan panjang tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan,” tandasnya.
Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste Satu Khaonen mengapresiasi Pemprov Kaltim. Karena sudah ikut berkontribusi dalam program penurunan emisi. “Terima kasih, semoga program ini berjalan semakin baik ke depannya dan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat Kaltim dan dunia,” ujarnya.
Dana sebesar Rp320 miliar untuk meneruskan program pengurangan emisi karbon di Kaltim. Jika berjalan bagus, insentif serupa akan kembali dikucurkan pada periode selanjutnya. (*)
BACA JUGA