Kisah Cinta Umar yang Tak Kesampaian
Ini kisah Umar bin Abdul Aziz. Seorang khalifah yang lurus, pemimpin yang sangat wara’, zuhud, bersih, dan peduli pada rakyatnya. Beliau bahkan disebut-sebut sebagai khulafa’ur rasyidin ke-5.
Khalifah yang mulia ini ternyata memiliki cerita unik terkait kisah asmara yang dialami dalam kehidupannya. Yang memberikan keteladanan kepada kita bagaimana
beliau kepada Allah murni tidak tertandingi, mengalahkan segala cinta kepada apapun dan siapapun.Umar bin Abdul Aziz pada masa mudanya seperti selebriti yang digandrungi banyak orang. Seorang pemuda tampan anak bangsawan, cerdas, saleh serta memiliki segudang prestasi.
Bahkan life style Umar bin Abdul Aziz kala itu sampai memunculkan ikon: Cara berpakaian Umar, cara bicara Umar, parfum Umar, gaya berjalan Umar, dan sebagainya.
Dan Umar bin abdul Aziz bisa dikatakan sukses dalam meraih semua cita–cita dan mewujudkan impian dalam kehidupannya.
Sewaktu masih lajang, ia bercita-cita memperistri Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan, putri cantik jelita anak khalifah yang sangat terkenal itu. Maka ia persiapkan dirinya sedemikian rupa, agar dapat memenangkan “kompetisi” dalam “memperebutkan” Fathimah binti Abdul Malik. Dan akhirnya, berhasil lah dia menikahi Fatimah.
Lalu, dia pun bercita-cita ingin menjadi gubernur Madinah, satu jabatan yang paling bergengsi pada zaman itu. Maka dia pun mempersiapkan diri sebaik-baiknya, baik dari sisi kapasitas moral maupun ilmu. Dan akhirnya, cita-cita ini pun berhasil dia raih. Hingga kita ketahui kariernya berada dipuncak saat beliau diangkat menjadi khalifah.
Namun ada satu cita-cita Umar yang tidak pernah terwujud, yakni keinginannya untuk menikahi seorang wanita cantik jelita yang menjadi budak Istrinya, Fatimah. Cinta Umar yang begitu besar sebenarnya diketahui oleh Istrinya, namun karena kecemburuannya, Fatimah tidak bersedia Umar berpoligami.
Sekian tahun cinta itu menggelora namun tidak pernah tersampaikan, baik Umar maupun budak tersebut tidak melakukan hal apapun yang akan melukai hati Fatimah. Ketika Fatimah tidak menyetujui, mereka sama-sama menahan diri.
Ini cinta segitiga yang indah, Umar sangat mencintai Fatimah sebagaimana budak tersebut juga sangat mencintai tuan putrinya sebesar cintanya kepada Umar bin Abdul Aziz. Diriwayatkan budak tersebut sering menangis karena menahan cintanya kepada Umar bin Abdul Aziz.
Sampai setelah sekian lama berjalan. Fatimah merasa iba kepada suaminya, juga kepada budaknya. Dia tahu betapa Umar sangat mencintai budaknya tersebut, begitu pula sebaliknya. Sampai pada suatu malam ia mengutarakan maksudnya untuk menyerahkan budak tersebut kepada Umar untuk dinikahi.
Namun di luar dugaan, keinginan sang istri ditolak oleh Umar bin Abdul Aziz. Karena ternyata momentum penghibahan itu terjadi setelah beliau memiliki cita-cita baru; segera ingin masuk surga.
Sementara Umar bin Abdul Aziz tahu betul bahwa surga itu diperuntukkan bagi seseorang yang memenuhi kriteria tertentu, yang diantaranya adalah firman Allah ta’ala:
وَأَمَّا مَنۡ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ وَنَهَى ٱلنَّفۡسَ عَنِ ٱلۡهَوَىٰ . فَإِنَّ ٱلۡجَنَّةَ هِیَ ٱلۡمَأۡوَىٰ
“Dan Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, Maka Sesungguhnya syurgalah tempat kembalinya.”
Umar berkata, “Tidak wahai istriku, aku ingin menahan nafsu terbesarku itu, agar kelak Dia merahmatiku dengan surga-Nya.”
Umar kemudian menyerahkan budak tersebut kepada salah satu prajuritnya. Namun prajuritnya tersebut menolak, karena dia tahu bagaimana cinta Umar kepada budak wanita tersebut.
Namun Umar bersikeras agar sang prajurit itu segera membawa pergi budak wanita itu. Budak perempuan itu pun menangis pilu seraya berkata: “Kalau begini jadinya wahai Amiral Mukminin, mana bukti cintamu selama ini?”
Umar menjawab, “Cinta itu tetap ada di dalam hatiku, bahkan hari ini jauh lebih kuat daripada hari yang telah lalu. Akan tetapi, kalau aku menerimamu, aku khawatir tidak termasuk dalam golongan orang yang “menahan dirinya dari keinginan hawa nafsu.”
Fatimah pun turut menangis. Tangis yang ternyata bersambung dengan tangisan kewafatan khalifah yang mulia Umar bin Abdul Aziz beberapa hari kemudian.
Semoga Allah merahmatimu wahai Umar, engkau telah tinggalkan keteladanan yang berharga tentang cara menempatkan cinta…
Ref : Ad Da’ wa Dawa’ hal. 259
*Disusun oleh: Ahmad Syahrin Thoriq, pengasuh Ponpes Subulana.
BACA JUGA