Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Pengamat: Menjauhkan Rakyat dari Wakilnya
Sistem pemilu proporsional tertutup terus menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Ada yang pro dan kontra.
Bagaimana sebenarnya dampak perubahan ini bagi perpolitikan Indonesia, khususnya lagi bagi masyarakat?
Pengamat politik Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai sistem ini dapat berdampak negatif bagi masyarakat. Bahkan semakin menjauhkan wakil rakyat dari rakyatnya.
Alasannya, anggota legislatif terpilih lebih memiliki beban kepada partai ketimbang memperjuangkan janji aspirasi rakyat.
“Partai menjadi sangat powerfull dan anggota partai hanya sekrup-sekrup kecil yang nasibnya akan ditentukan sepenuhnya oleh partai,” ujar Lucius dalam keterangannya, mengutip Antara, Kamis (31/5/2023).
Dari perspektif partai politik, kata Lucius, sistem proporsional tertutup cenderung membuat partai lebih pragmatis memilih calon anggota legislatif (caleg).
Lucius mengatakan, bahwa hal yang paling ditakutkan yaitu parpol yang berkuasa nantinya akan memilih anggota keluarga atau kerabatnya sendiri untuk menjadi calegnya.
Sedangkan, untuk partai nomor urut besar, menurut Lucius hanya akan gigit jari karena persentase lolos ke parlemen amat sangat kecil.
Hal seperti itu justru akan memperburuk wajah DPR RI karena proses rekrutmen anggota legislatif bergantung pada elektabilitas partai.
Lebih jauh, Lucius berpandangan pola sistem proporsional tertutup tidak sejalan dengan semangat demokrasi Indonesia dan napas reformasi.
Para legislator yang terpilih pun berpotensi hanya membawa beban politik dan kepentingan partai sehingga semakin membuat DPR RI kontra produktif.
“Bagaimana bisa membawa perubahan jika semua anggota DPR sejak awal sudah dalam cengkeraman parpol dan oligarki,” ujarnya.
Sebelumnya, MK telah menerima permohonan uji materi terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.
Keenam orang yang menjadi pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI).
Apabila uji materi UU Pemilu mengenai sistem proporsional terbuka itu dikabulkan oleh MK, sistem Pemilu 2024 akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup.
Sistem proporsional tertutup memungkinkan para pemilih hanya disajikan logo partai politik (parpol) pada surat suara, bukan nama kader partai yang mengikuti pileg.
Sebanyak delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI menyatakan menolak sistem pemilu proporsional tertutup.
Yakni Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan PKS. Hanya satu fraksi yang menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup, yakni PDI Perjuangan. (nus)
BACA JUGA